RUU Penghapusan Kekerasan Seksual memiliki urgensi karena melihat kondisi dan perkembangan yang ada dibutuhkan undang-undang lex specialis terkait kekerasan seksual,"
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka mengapresiasi Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) masuk dalam Program Legislasi Nasional prioritas 2016.

"RUU Penghapusan Kekerasan Seksual memiliki urgensi karena melihat kondisi dan perkembangan yang ada dibutuhkan undang-undang lex specialis terkait kekerasan seksual," katanya di Jakarta, Senin.

Rieke mengapresiasi upaya pemerintah yang mengeluarkan Perppu yang merupakan upaya perbaikan terhadap substansi UU Perlindungan Anak, seperti yang disampaikan oleh Menkumham.

Namun menurut dia, fakta di lapangan kekerasan seksual tidak hanya terjadi pada anak, bahkan tidak hanya terjadi terhadap perempuan.

"Dengan demikian dibutuhkan suatu UU yang dapat mendefinisikan kekerasan seksual lebih luas, penanganan yang lebih konprehensif baik bagi korban, maupun pelaku, termasuk bagi keluarga," ujarnya.

Selain itu menurut dia, revisi RUU Perubahan atas UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara sangat penting karena memuat ketentuan baru tentang Aparat Sipil Negara yang sifatnya merubah ketentuan lama.

Namun dia mengatakan, UU ASN yang lama tidak mengatur tentang ketentuan peralihan dari pengaturan yang lama ke peraturan yang baru.

"Akibat hal tersebut terjadi terindikasi tiadanya pengaturan yang jelas dan tegas terhadap Aparat Sipil Negara yang berstatus kontrak dan honorer yang telah mengabdi bertahun-tahun," ujarnya.

Hal itu menurut dia menyebabkan proses perekrutan yang sekarang sedang dilakukan pun tanpa ada kejelasan payung hukum, termasuk hak untuk memperoleh 5 jaminan sosial bagi Aparat Sipil Negara sesuai perintah UU SJSN dan BPJS.

Rieke mengatakan, Menkumham menyatakan bahwa Pemerintah sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) turunan ASN namun hal itu terwujud jika DPR menghendaki ada perubahan Pemerintah menerima usulan tersebut.

"Dengan demikian dua RUU di atas diterima dan telah disepakati menjadi Proleganas Priotitas 2016 bersama dengan delapan RUU lainnya yang telah ditandatangani oleh Wakil Ketua Baleg, Firman Soebagyo dan Menkumham Yasona H. Laoly," ujarnya.

Dia menjelaskan langkah selanjutnya adalah Rapat Bamus atau rapat pimpinan pengganti Bamus menjadwalkan Paripurna dengan agenda menyepakati perubahan dan tambahan Prolegnas Prioritas 2016.

Menurut dia, Rapat Paripurna DPR untuk mengambil kesepakatan terhadap perubahan dan tambahan Prolegnas Prioritas 2016.

"Setelah itu diputuskan di Bamus atau rapat pimpinan pengganti Bamus apakah RUU tersebut dibahas di Komisi, Baleg, atau Pansus (gabungan komisi)," katanya.

Sebelumnya, Baleg DPR dan pemerintah menyepakati 10 RUU masuk dalam Prolegnas Prioritas 2016, yaitu:

1. RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (DPR Lintas Fraksi)

2. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (DPR Lintas Fraksi)

3. RUU tentang Perkelapasawitan (DPR Lintas Fraksi)

4. RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Kom XI)

5. RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Kom XI)

6. RUU tentang Bea Meterai (Pemerintah)

7. RUU tentang Perubahan atas UU

Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (Pemerintah)

8. RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Pemerintah)

9. RUU tentang Narkotika dan Psikotropika (Pemerintah)

10. RUU tentang Kepalangmerahan.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016