Yangon (ANTARA News) - Sebanyak delapan orang tewas dan 36 orang ditangkap akibat bentrokan antara pasukan Angkatan Darat Myanmar dan kelompok garis keras yang oleh pemerintah setempat diyakini berasal dari komunitas muslim Rohingya di negara bagian Rakhine, wilayah utara Myanmar.

Media milik pemerintah setempat, Minggu, menyatakan bahwa bentrokan tersebut merupakan eskalasi terbesar konflik selama dua bulan yang masih berlangsung.

Tembak-menembak terjadi di perdesaan wilayah utara Rakhine sepanjang Sabtu (12/11) menyebabkan seorang petugas dan dan seorang tentara tewas.

Enam jenazah penyerang ditemukan setelah baku tembak, sedangkan 36 orang lainnya yang diyakini terlibat dalam bentrokan tersebut ditangkap.

Sekitar 60 penyerang yang dilengkapi dengan senapan, pisau, dan tombak menyergap pasukan pemerintah, Sabtu (12/11) pagi, demikian laporan Global New Light yang dikelola oleh pemerintah setempat.

Pasukan Angkatan Darat membalas mereka dengan melepaskan tembakan, namun pada satu titik meminta helikopter militer untuk memperkuat mereka karena pasukan mereka kalah jumlahnya dari pasukan pemberontak, demikian koran tersebut.

Sejumlah tentara berbondong-bondong menuju wilayah utara Rakhine yang dekat dengan wilayah perbatasan Bangladesh sejak 9 Oktober lalu setelah kelompok pemberontak Rohingya yang berdasarkan keyakinan pemerintah memiliki jaringan dengan kelompok garis keras lintas negara meluncurkan serangan terkoordinasi di beberapa pos perbatasan.

Pasukan militer memblokade akses sejumlah wartawan dan para pekerja lembaga bantuan menuju wilayah tersebut. Warga dan para pengacara hak asasi manusia menuduh pasukan keamanan melakukan pembunuhan, pemerkosaan, dan membakar sejumlah rumah milik warga.

Pemerintah Myanmar dan pasukan militer menolak tuduhan tersebut dengan menyatakan bahwa mereka sedang melakukan operasi pembersihan di beberapa desa berdasarkan aturan perundang-undangan.

Pasukan yang berada di satu tempat ditembaki oleh sekitar 500 pria, demikian media milik pemerintah melaporkan.

Direktur Kementerian Informasi Myanmar, Ye Naing, saat dihubungi Kantor Berita Reuters, Minggu, menyatakan bahwa pemberontak bersembunyi di antara penduduk desa dan tidak semua dari 500 orang tersebut yang berjiwa militan.

Pasukan keamanan mengamankan senjata dan amunisi yang mirip dengan senjata disita dari para pelaku penyerangan pada 9 Oktober, demikian media pemerintah melaporkan.

kekerasan dalam beberapa pekan terakhir adalah yang paling serius untuk memukul Rakhine sejak ratusan orang tewas dalam bentrokan komunal pada 2012.

Penduduk muslim Rohingnya Myanmar yang jumlahnya mencapai 1,1 juta jiwa merupakan terbesar di wilayah utara Rohingya, namun mereka mendapatkan penolakan sebagai warga negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha.

Pemerintah Myanmar menganggap komunitas muslim Rohingya sebagai pendatang haram dari Bangladesh, negara tetangganya. Mereka juga menghadapi pembatasan melakukan perjalanan, demikian Reuters melaporkan.

(M038)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016