Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita harta Wali Kota Madiun Bambang Irianto berupa deposito bernilai miliaran rupiah, uang tunai hingga emas.

"Dari rumah Wali Kota Madiun, penyidik juga menyita sertifikat deposito senilai lebih kurang Rp7 miliar, uang tunai sejumlah Rp1 miliar, dan 1 batang emas. Barang-barang yang disita itu diduga berkaitan dengan perkara," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Kamis.

KPK pada Rabu (23/11) sudah menahan Bambang di rumah tahanan negara kelas I Jakarta Timur cabang gedung KPK seusai diperiksa sebagai tersangka.

"Penyidik hari ini melakukan penggeledahan di beberapa lokasi yaitu rumah Wali Kota Madiun, kantor wali kota, rumah dinas Wali Kota Madiun dan rumah kepala BPKAD (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah) Madiun, dari lokasi penyidik menyita sejumlah dokumen," tambah Priharsa.

Bambang adalah tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah terkait pembangunan pasar besar Kota Madiun tahun anggaran 2009-2012.

"Dugaan gratifikasi yang diterima di atas Rp1 miliar, jadi yang dikenakan kepada yang bersangkutan itu ada dua, pertama dugaan penerimaan dan kedua kepentingan pengadaan barang dan jasa," tambah Priharsa.

Nilai proyek pasar tersebut mencapai Rp76,523 miliar untuk anggaran tahun jamak pada 2009-2012.

Anak Bambang yang juga kader Partai Demokrat, Boni Laksmana juga sudah dicegah dalam perkara ini sejak 7 Oktober 2016. Bambang Irianto merupakan ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Kota Madiun, sedangkan Boni pernah menjadi bakal Calon Wali Kota Surabaya pada 2015 lalu.

"Yang bersangkutan diduga terlibat dalam proyek pengadaan padahal posisinya sebagai kepala daerah tidak membolehkannya terlibat langsung. Keterlibatan ini diduga ada motif untuk menguntungkan diri sendiri dan orang lain," jelas Priharsa.

Bambang diduga menerima keuntungan dari proyek pasar karena memberikan pinjaman kepada perusahaan pemenang tender. Perusahaan itu lalu menggunakan perusahaan anak Bambang sebagai penyalur barang-barang proyek.

Kasus ini mencuat pada awal 2012 ketika Kejaksaan Negeri Madiun menduga proses lelang dan pembangunan proyek tersebut melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2011 tentang perubahan atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Dugaan lain adalah terdapat pelanggaran jadwal pengerjaan, kualitas, serta model konstruksi bangunan.

Kejaksaan Tinggi Jawa Timur selanjutnya mengambil alih perkara dugaan korupsi ini namun pada Desember 2012, Kejati Jawa Timur menghentikan penyelidikan kasus tersebut karena dinilai tidak ada kerugian negara.

Hingga Agustus 2015, kasus dugaan korupsi Pasar Besar Madiun tersebut akhirnya diusut oleh KPK.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2016