BUMN dikonsentrasikan untuk meningkatkan investasi di bidang infrastruktur, utamanya pembangunan konektivitas darat, laut dan udara."
Jakarta (ANTARA News) - Ketersediaan infrastruktur merupakan salah satu aspek vital untuk mempercepat proses pembangunan nasional di berbagai bidang.

Laju pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak dapat dipisahkan dari ketersediaan infrastruktur secara menyeluruh yang menjadi fondasi dari pembangunan ekonomi berkelanjutan.

Memasuki tahun kedua kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menjadikan pembangunan infrastruktur dalam program prioritasnya guna meningkatkan daya saing perekonomian nasional.

Seperti diketahui, total anggaran untuk infrastruktur Indonesia hingga 2019 mencapai Rp5.500 triliun. Angka ini terbilang fantastis lantaran akan dibangun sejumlah mega proyek seperti proyek listrik 35.000 MW, lebih dari 1.000 km jalan tol, bandara, hingga pelabuhan dan infrastruktur lainya.

Dari jumlah tersebut, pemerintah membuka peluang untuk swasta masuk, mengingat pendanaan pemerintah lewat APBN dan BUMN tidak bisa melaksanakan semuanya.

Kementerian BUMN yang ditugasi pemerintah, langsung bergerak cepat merespon program tersebut sesuai dengan perannya sebagai agen pembangunan menciptakan pertumbuh ekonomi.

Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan pengelolaan BUMN sudah memasuki paradigma baru yang fokus utamanya saat ini adalah pembangunan infrastruktur.

"BUMN dikonsentrasikan untuk meningkatkan investasi di bidang infrastruktur, utamanya pembangunan konektivitas darat, laut dan udara," kata Rini.

Selama tahun 2016, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dapat didorong oleh investasi infrastruktur di Indonesia. "Ini bukan hanya infrastruktur jalan tol atau bandara, tapi juga jaringan listrik maupun gardu induk," ujarnya.

Ratusan proyek sedang dibangun untuk mengurangi ketimpangan ekonomi antara Jawa dan luar Jawa, khususnya infrastruktur transportasi di darat, laut dan udara 52 proyek jalan tol, 13 proyek pelabuhan, 19 proyek kereta api, dan 17 proyek bandara.

Terdapat 8 proyek strategis nasional di 2016 menunjukkan perkembangan yang siginfikan akibat percepatan pembangunan infratruktur, yaitu jalan tol Serang-Panimbang, terminal Kalibaru, Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Umbulan, Jawa Timur, Light Rail Transmit (LRT) Sumatera Selatan, PLTU Batang, Pelabuhan Patimban, Palapa ring Broadband, Revitaliasi bandara Juwata-Tarakan, Matahora-Wakatobi, Labuan Bajo-NTB.

Pembangunan infrastruktur meliputi konektivitas darat pengembangan sistem transportasi terintegrasi, peningkatan kapasitas jalan, pelebaran dan tol, serta pengembangan monorail dan rel kereta api baru.

Di sisi infrastruktur udara, pembangunan bandara utama khusus barang, dan bandara utama untuk ekonomi, sedangkan infrastruktur laut membangun dryport, revitalisasi pelabuhan laut, dan pembangunan jalur transportasi.

"Dampaknya, biaya transportasi dan logistik lebih murah, pertukaran barang dan jasa lebih efisien, dan produk-produk nasional lebih bersaing dengan produk asing," tegas Rini.

Keyakinan pemerintah bahwa pembangunan infrasruktur menjadi strategi terbaik dalam menopang pertumbuhan ekonomi, juga disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Kementerian Keuangan memberikan jaminan langsung kepada BUMN yang mengerjakan proyek infrastruktur dalam memperkuat struktur permodalan BUMN agar berjalan lancar tanpa hambatan.

Dengan struktur permodalan yang lebih kuat, BUMN lebih mudah memperoleh kepercayaan dari lembaga keuangan dunia terkait pemberian pinjaman lunak untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur.

"Kami ingin pastikan BUMN dikelola dengan neraca yang sehat. Kami juga berjanji untuk memberikan jaminan bagi pinjaman langsung dari lembaga keuangan internasional kepada BUMN. Jaminan kepada BUMN akan meningkatkan kemampuan leverage mereka," kata Sri Mulyani.


"Creating Value"

Praktisi bisnis yang juga pendiri "Rumah Perubahan", Rhenald Kasali mengapresiasi berlanjutnya pengalihan anggaran APBN kepada "creating value" di bidang infrastruktur.

"Pembangunan infrastruktur tidak lagi sekadar diselesaikan kemudian diserahkan kepada pemerintah. Tapi yang penting adalah pembangunan itu bisa mendapatkan nilai dan pajak yang dikontribusikan lebih besar, lapangan pekerjaan lebih banyak walaupun deviden dalam jangka pendek belum bisa terlalu besar," ujarnya.

Pada tahun 2016, Pemerintah memberikan suntikan dana dalam bentuk Penyertaan Modal (PMN) kepada 22 BUMN sebesar Rp34,164 triliun, sedangkan pada tahun 2015 PMN sebesar Rp37,2 triliun.

"Infrastruktur itu memang tidak menjanjikan keuntungan bagi pemerintah. Tapi menjadikan keuntungan bagi developer, karena ada proses penciptaan nilai (value) di sana. Seperti kereta cepat, akan terjadi return di situ," tuturnya.

Dalam perkembangannya, PMN untuk sejumlah BUMN dari APBN tidak seluruhnya dapat diterima tepat waktu sementara sejumlah BUMN telah menjalankan proyek-proyek yang sudah disepakati.

Untuk itu, Pemerintah dan DPR mencari terobosan lain yaitu dengan menyetujui privatisasi empat BUMN, yaitu PT Wijaya Karya (Persero) Tbk sebesar Rp 4 triliun, PT Jasa Marga (Persero) Tbk Rp 1,25 triliun, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Rp 1,5 triliun, dan PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk Rp 2,25 triliun.

Pengamat BUMN, Said Didu menilai, langkah privatisasi merupakan yang lebih baik dibandingkan opsi lainnya, dalam mempercepat tugas-tugas pembangunan infrastruktur kepada BUMN-BUMN tersebut.

"Dengan menerbitkan saham baru dengan syarat atas batas minimal saham yang harus dikuasai negara. Persoalannya saat ini pembangungan infrasrtuktur nasional tidak bisa sepenuhnya dapat dibiayai dari APBN karenanya harus ada terobosan-terobosan," kata Said.


Holding BUMN

Dalam setengah setahun terakhir, selain pembangunan infrasruktur isu yang paling banyak dibahas adalah pembentukan perusahaan induk (holding company) BUMN.

Presiden Joko Widodo menyetujui usulan Menteri BUMN untuk membentuk enam holding BUMN yaitu sekor pertambangan, minyak dan gas bumi (migas), perumahan, jalan tol, jasa keuangan, serta pangan, dengan alasan agar BUMN lebih kuat, lincah dan memiliki daya saing tinggi.

PT Pertamina (Persero) akan menjadi induk membawahi PT PGN (Persero) Tbk, BUMN Pertambangan menyatukan PT Inalum (Persero), PT Bukit Asam Tbk (Perseo), PT Timah Tbk (Persero) dan PT Aneka Tambang Tbk (Persero).

Perum Bulog akan menjadi induk dari beberapa BUMN sektor pangan, seperti PT Sang Hyang Seri (Persero), PT Pertani (Persero), dan PT Perusahaan Perdangan Indonesia (Persero). Sementara PT Dana Reksa (Persero) akan menjadi holding dari BUMN jasa keuangan, termasuk perbankan.

Perum Perumnas induk dari BUMN Perumahan seperti PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk, holding BUMN jalan tol meliputi PT Jasa Marga Tbk, PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Hutama Karya (Persero) dan PT Indra Karya (Persero).

Namun pembentukan holding BUMN mengundang pro dan kontra terutama holding BUMN Migas. Pembentukan holding yang menyatukan Pertamina dan PGN ini bahkan dinilai hanya merugikan Pertamina, sehingga harus dihentikan.

Pengamat energi dan kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan, sebaiknya pemerintah fokus ke permasalahan migas dalam negeri karena banyak yang harus diperbaiki, salah satunya menurunnya produksi minyak di Indonesia yang semakin memprihatinkan.

Alasannya, 50 persen lebih BBM yang dikonsumsi saat ini adalah dari impor, sedangkan 70 persen lebih LPG yang dikonsumsi masyarakat juga berasal dari impor.

Berbeda dengan Agus Pambagio, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan bahwa rencana pembentukan holding BUMN Migas berdampak sangat baik bagi kedaulatan energi nasional.

"Selain bisa meningkatkan efisiensi, juga membuat kemampuan holding bisa lebih besar. Jadi, positifnya sangat banyak termasuk meningkatkan efisiensi karena akan ada penyatuan infrastruktur antara Pertamina dan PGN," katanya.

Dengan holding Migas maka kemampuan investasi jauh lebih besar, karena penggabungan aset akan bisa dimonetisasi, artinya bisa menjadi agunan atau jaminan untuk penerbitan obligasi jika ingin melakukan pembiayaan.

Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan, secara keseluruhan pembentukan holding BUMN agar perusahaan milik negara bisa lebih berkembang, dapat meningkatkan leverage perusahaan sehingga tidak tergantung pada injeksi modal dari negara.

"Tahun depan (2017) PMN secara total dihentikan. Solusi pendanaan BUMN antara lain dengan membentuk holding pada beberapa sektor usaha. Pemberhentian PMN tidak menjadi masalah karena sebagian besar BUMN sudah mulai memiliki kemampuan mencari pendanaan sendiri untuk membiayai perusahaan," ujarnya.

Namun dalam perkembangannya, pembentukan holding BUMN yang ditargetkan selesai pada tahun 2016 dipastikan tercapai, karena berbagai pertimbangan mulai harmonisasi terhadap peraturan, hingga kepentingan internal masing-masing BUMN yang akan digabungkan.

Untuk itu, Rini memperkirakan pembentukan holding terutama BUMN Migas dan BUMN Pertambangan akan mundur menjadi kuartal I-2017.

"PGN merupakan perusahaan publik, sehingga proses pembentukannya juga harus dilaporkan dan disesuaikan dengan ketentuan atau peraturan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," ujarnya.

Setelah itu, yang juga harus dilalui dalam pembentukan holding yaitu keharusan melaporkan dan membahas lebih lanjut dengan DPR-RI, untuk kemudian diterbitkan Peraturan Presiden (PP) masing-masing holding BUMN.

Oleh Royke Sinaga
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016