Jakarta (ANTARA News - Pemerintah perlu menyeriusi pembenahan sektor perpajakan dalam rangka mengoptimalkan penerimaan negara guna mengatasi berbagai tantangan seperti defisit yang berpotensi terdapat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Guna memastikan defisit dalam batas aman sesuai UU, maka perlu memastikan optimalisasi penerimaan negara," kata Ketua DPR Setya Novanto di Jakarta, Senin.

Menurut dia, saat ini defisit negara berada dalam posisi yang mengkhawatirkan dan diperkirakan bisa saja defisit terus membesar melampaui batas yang ditetapkan.

Selain itu, Setya Novanto mengingatkan pada saat ini kondisi perekonomian masih diwarnai dengan tertekannya sektor swasta dan lemahnya perdagangan global.

Politisi Partai Golkar juga mengingatkan masih tertahannya daya beli belanja masyarakat sehingga pemerintah perlu untuk menghadirikan APBN yang ekspansif.

Dengan adanya APBN yang ekspansif, lanjutnya, maka hal tersebut juga akan menggairahkan aktivitas perekonomian bangsa yang juga berdampak kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Ketua DPR mengharapkan agar DPR berada di bawah batas yang ditetapkan UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara yang mensyaratkan agar defisit maksimum sebesar tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Untuk itu, ujar dia, pemerintah juga perlu melakukan reformasi perpajakan dalam rangka meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak sehingga penerimaan perpajakan ke depannya juga semakin membaik, terutama dalam hal pelayanan pajak kepada warga.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menyiapkan tiga senjata baru menjelang berakhirnya program amnesti pajak pada 31 Maret 2017.

"Kami telah menyiapkan sejumlah langkah untuk melanjutkan reformasi perpajakan, yaitu pelaksanaan Pasal 18 Undang-Undang Pengampunan Pajak, implementasi program untuk mempermudah akses terhadap data nasabah bank, serta program peningkatan layanan kepada Wajib Pajak (WP)," kata Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi saat jumpa pers di Jakarta, Senin (13/2).

Sesuai dengan ketentuan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak, WP yang tidak ikut amnesti pajak atau ikut tetapi tidak melaporkan kondisi yang sebenarnya menghadapi dua konsekuensi.

Konsekuensi pertama, bagi WP yang sudah ikut amnesti pajak, kemudian Ditjen Pajak menemukan data harta yang belum dilaporkan pada surat pernyataan harta (SPH), harta tersebut dianggap sebagai penghasilan dan dikenai pajak penghasilan dengan tarif normal serta sanksi kenaikan 200 persen dari pajak yang kurang dibayar.

Sementara itu, bagi WP yang tidak ikut amnesti pajak, kemudian Ditjen Pajak menemukan adanya harta yang tidak dilaporkan dalam SPT, harta tersebut dianggap sebagai penghasilan dan dikenai pajak beserta sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Terkait dengan implementasi program untuk mempermudah akses terhadap data nasabah bank, Ditjen Pajak dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan meluncurkan aplikasi pembukaan rahasia bank secara elektronik, yaitu Aplikasi Usulan Buka Rahasia Bank (Akasia) yang merupakan aplikasi internal Kementerian Keuangan untuk mempercepat pengajuan usulan kepada Menteri Keuangan, dan Aplikasi Buka Rahasia Bank (Akrab) yang merupakan aplikasi internal OJK untuk mempercepat pemberian izin atas surat permintaan Menteri Keuangan.

Terakhir, untuk meningkatkan layananannya, Ditjen Pajak meluncurkan e-form yang merupakan peningkatan atas layanan e-filing. Melalui e-form, WP dapat mengisi SPT secara "offline" dan setelah selesai dapat menyampaikan SPT tersebut secara elektronik melalui sistem DJP daring.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017