Den Haag (ANTARA News) - Perdana Menteri Belanda Mark Rutte pada Minggu (12/3) mengesampingkan kemungkinan untuk meminta maaf karena melarang menteri Turki turut serta dalam aksi pro-Ankara di sana, tetapi berharap sengketa diplomatik dapat diredam.

"Sama sekali tidak ada alasan yang bisa dibuat, mereka harus membuat alasan untuk apa yang mereka lakukan kemarin," kata Rutte kepada wartawan saat dia berkampanye untuk pemilu Rabu.

Belanda marah setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengaitkan mereka dengan Nazi karena menolak mengizinkan para menterinya  menghadiri aksi propemerintah di Rotterdam guna menggalang dukungan bagi referendum April yang dapat memperluas kekuasaannya.

"Negara ini dibom selama Perang Dunia II oleh Nazi. Sepenuhnya tidak bisa diterima berbicara dengan cara seperti itu," kata Rutte di Den Haag.

Keputusan Menteri Keluarga Turki Fatma Betul Sayan Kaya menentang peringatan Belanda untuk tidak datang ke Belanda telah menyebabkan "malapetaka", katanya.

Dia mendesak warga Belanda "tetap tenang. Kami memiliki masyarakat yang luar biasa… dan sebagian besar warga Belanda keturunan Turki telah berbaur dengan baik."

Ketegangan masih tinggi, dengan Erdogan pada Minggu memperingatkan bahwa Belanda akan "membayar konsekuensi" atas tindakannya.

Namun, Rutte mengatakan: "Demi kepentingan hubungan kami di Uni Eropa, dengan Turki, rasanya saat ini penting untuk berusaha dan meredam sejumlah peristiwa, tidak menambahnya."

"Tentu, jika Turki terus berbicara dengan cara yang menyakitkan tentang Belanda, kami harus mempertimbangkan langkah berikutnya," katanya sebagaimana dikutip kantor berita AFP. (kn)



Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017