Kami melihat ini sebagai siklus normal dan kita melihat kondisi yang terus dalam kondisi baik, artinya tidak mengkhawatirkan."
Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menilai pelemahan kurs rupiah yang sempat terjadi disebabkan menguatnya indeks investasi di Amerika Serikat yang melebihi perkiraan awal investor, namun takaran depresiasi tersebut tidak mengkhawatirkan.

Menguatnya dolar AS juga memicu depresiasi terhadap sebagian besar mata uang di dunia, tidak hanya kepada rupiah saja, kata Agus di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa.

"Kami melihat ini sebagai siklus normal dan kita melihat kondisi yang terus dalam kondisi baik, artinya tidak mengkhawatirkan," ujarnya.

Jika merujuk pada kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) BI, sejak pembukaan pasar pasca-libur pada 3 Juli 2017, rupiah memang melemah menjadi Rp13.325 dari sebelumnya pada 23 Juni 2017 yang sebesar Rp13.319. Pada 4 Juli 2017, pelemahan juga berlanjut lebih dalam menjadi Rp13.386 per dolar AS dari Rp13,325 per dolar AS.

Agus mengatakan pelemahan tersebut masih disebabkan siklus kegiatan ekonomi dan dalam dosis yang normal. Selain itu, fundamental ekonomi Indonesia juga, kata Agus, semakin kuat dan mampu pelemahan kurs rupiah lebih dalam.

Meskipun demikian, tekanan terhadap mata uang Garuda di sisa tahun masih bisa terjadi. Musababnya, pelaku pasar semakin meyakini Bank Sentral AS The Federal Reserve masih akan menaikkan suku bunga acuannya sisa enam bulan di tahun ini. Ekspetasi tersebut akan semakin kuat jika investasi di AS terus menunjukkan hasil yang lebih baik dari perkiraan.

Di samping itu, tekanan juga akan datang dari normalisasi neraca (balance sheet) The Fed dan penurunan harga komdoditas.

"Tetapi secara umum Indonesia baik. Kalau kita lihat Indonesia dari indikator yang sudah keluar yakni inflasi yang pada Juni ini lebih baik dibandingkan enam tahun terakhir," ujar Agus.

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017