Sampit (ANTARA News) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Bandara Haji Asan Sampit Ibu kota Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, menyebutkan hujan es masih berpotensi terjadi di daerah itu.

"Masih ada potensi hujan lebat disertai angin kencang, bahkan untuk hujan es. Kendati potensinya sangat kecil karena fenomena ini sifatnya lokal wilayah yang kecil dan terjadi dalam waktu singkat," kata Kepala BMKG Stasiun Haji Asan Sampit, Nur Setiawan di Sampit, Sabtu.

Fenomena hujan es yang terjadi Jumat sore (20/10) masih menjadi perbincangan masyarakat Kotawaringin Timur . Hujan es sempat terjadi di RT 78 Desa Sebabi Kecamatan Telawang selama sekitar 15 menit pada pukul 15.00 WIB, disertai angin kencang.

Hasil evaluasi BMKG, Nur Setiawan membenarkan kemungkinan terjadinya hujan es tersebut. Pantauan dari citra satelit, pertumbuhan awan hujan di langit Desa Sebabi dimungkinkan terjadi hujan es antara pukul 15.30 hingga 16.00 WIB.

Beberapa saat sebelumnya, BMKG bahkan sudah mengeluarkan peringatan dini potensi cuaca buruk berupa hujan deras disertai petir, kilat dan angin kencang di sejumlah wilayah, termasuk Kecamatan Telawang dan sekitarnya. Prakiraan itu ternyata memang terjadi.

Citra satelit menunjukkan terjadi pertumbuhan awan Cb atau Cumulunimbus yang sangat cepat. Awan Cb tersebut diperkirakan sangat rendah sehingga pada saat mancapai titik jenuh maka butiran atau kristal-kristal es di dalam awan Cb jatuh ke permukaan sebelum sempat terjadi perubahan fase menjadi butiran air hujan.

"Salah satu penyebabnya adalah geografis daerah perbukitan yang memungkinkan terjadinya hujan es. Hal ini dikarenakan ketinggian dasar awan Cb yang terbentuk bisa sangat rendah terhadap permukaan tanah," jelasnya.

Sementara itu, Ketua Badan Pertimbangan Desa Sebabi, Desha mengatakan, hujan es yang terjadi sore itu sempat mengagetkan masyarakat setempat. Butiran es dengan diameter diperkirakan setengah sentimeter itu terdengar keras jatuh di atap rumah sehingga membuat masyarakat berlindung karena takut terluka.

"Hujannya sekitar 15 menit, tapi hujan es itu paling sekitar satu hingga dua menit. Awalnya ada angin kencang, kemudian hujan es, setelah itu baru hujan air biasa. Tanda-tandanya sebenarnya sudah terasa, yakni pada siang hari udaranya sangat gerah, tapi kami tidak memahami itu," kata Desha.

Hujan es menjadi fenomena yang cukup unik dan masih diperbincangkan masyarakat setempat karena sangat jarang terjadi. Namun menurut Desha, hujan es juga pernah terjadi di desa itu pada tahun 1968 silam. Sama seperti Jumat sore, hujan es saat itu juga hanya terjadi sebentar.

Pewarta: Norjani
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017