Gorontalo (ANTARA News) - Kendatipun pemerintah Provinsi (Pemprov) Gorontalo berupaya mendongkrak produksi beras dengan bibit padi hibrida namun sejumlah petani di daerah itu mengaku kapok menggunakan bibit unggul tersebut. Para petani kecewa dengan hasil panen yang diperoleh dari bibit hibrida yang dibeli dengan harga sekitar Rp40 ribu per kilogram itu. "Hasil panen tak sebanyak yang ada di iklan bibit hibrida. Beras yang dihasilkan pun rasanya tidak enak dan kualitasnya jelek," tukas Jamal, salah seorang petani di Kabupaten Gorontalo, yang sebelumnya menggunakan benih hibrida Arize sesuai saran pemerintah daerah kepada petani. Ia mengaku tak mendapatkan nilai tambah dengan menggunakan benih hibrida karena biaya perawatan dan pengerjaan sawah menjadi lebih mahal. Menurut dia, benih hibrida lebih rentan terhadap hama seperti keong emas dan wereng, sehingga petani kewalahan membasmi pengganggu tanaman tersebut. "Kerjaan jadi tambah banyak, tapi hasilnya biasa saja. Makanya mulai musim tanam kali ini kami tidak akan pakai bibit itu lagi," katanya. Hal yang sama juga dialami oleh Suleman, petani lainnya yang mengaku kecewa dengan pemerintah provinsi yang merekomendasikan benih hibrida kepada para petani di Gorontalo. "Kami merasa dibodohi dan sangat kecewa dengan hasilnya. Diberi benih gratis pun kami tak akan mau," tandasnya. Ia meminta agar benih hibrida yang dibagikan oleh pemerintah secara cuma-cuma agar segera ditarik dan digantikan dengan benih yang sebelumnya digunakan petani di Gorontalo. "Rata-rata petani di sini sudah pakai benih Ciheran, hasilnya jauh lebih bagus dan rasanya enak," tambahnya. Sementara itu, Bupati Gorontalo, David Bobihoe mengatakan bahwa pihaknya pun telah melakukan dialog bersama para petani yang mengaku tak mau menggunakan benih hibrida lagi. "Masukan ini sebaiknya juga diperhatikan oleh Pemprov, karena keadaan di lapangan ternyata tidak sesuai dengan target, sehingga penggunaan benih hibrida mungkin perlu dikaji lagi," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008