Magelang (ANTARA News) - Keputusan pemerintah tentang aliran Ahmadiyah harus bijaksana dan jangan menimbulkan anarkisme di antara umat beragama, kata Rektor Universitas Muhammadiyah Magelang, Achmad. "Jadi teman-teman, bapak-bapak (pemerintah,red) yang memutuskan masalah ini `monggo` dipertimbangkan, apakah itu bisa berdampak ke sana atau tidak (anarkisme,red), itu harus dicermati," katanya di Magelang, Kamis. Menurut dia, kehidupan beragam di Indonesia jangan sampai semakin tercabik-cabik jika perbedaan yang ada diangkat menjadi pendorong tindakan anarkis. Keputusan soal Ahmadiyah, katanya, harus sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. "Kalau misalnya ditetapkan, karena kita negara hukum dan hukum menetapkan begitu, dan itu memang mempunyai ketetapan hukum, sekarang yang harus dicermati bagaimana supaya anarkis, tindakan kekerasan, menghakimi sendiri semacam itu tidak terjadi, ini harus dipertanggungjawabkan, kalau semacam itu terjadi kita rugi semuanya," katanya. Pemerintah pada Rabu (23/4) memutuskan menunda pembahasan rancangan surat keputusan bersama Menteri Agama, Mendagri, dan Jaksa Agung tentang keberadaan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Pada 16 April 2008 Bakor Pakem (Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat) menilai Ahmadiyah telah menyimpang dari ajaran pokok Islam. Achmadi berpendapat perlunya pemerintah mengambil keputusan terbaik soal Ahmadiyah untuk kepentingan kesatuan dan kebersamaan umat beragama terutama umat Islam. "Kalau sampai umat Islam tercerai berai karena itu, `eman` (sayang,red)," katanya. Menurut dia, Ahmadiyah sudah ada di Indonesia sejak awal kemerdekaan dan waktu itu sudah mendapat pengesahan keberadaannya di Indonesia. "Berjalan cukup lama dan sebagaimana saya ketahui, di sana ada dua yaitu Kodian dan Lahore. Lahore itu barangkali tidak terlalu jauh dengan yang kita lakukan selama ini, sama saja, Alqurannya, sahadatnya ya itu, tidak ada tambahan, Mirza itu hanya sekadar mujadid, adapun dalam kelompok Ahmadiyah ada dua versi yang satu mengatakan bahwa Mirza juga mendapatkan wahyu, mungkin perlu kita cermati, apa yang dimaksudkan wahyu yang diberikan kepada Mirza, apakah sama dengan wahyu yang diterima oleh nabi-nabi terdahulu, itu yang harus dipermasalahkan," katanya. Ia mengatakan, aktivitas Ahmadiyah sebagai organisasi kemungkinan bisa dihentikan sesuai aturan hukum yang berlaku. Tetapi, katanya, kegiatan ibadah, ritual dan aktivitas mereka tidak bisa dilarang. "Itu hak mereka, misalnya orang Islam tidak salat tidak apa-apa, kita mau menindak apa mereka. Jadi secara organisasi `monggo` kalau pemerintah mempunyai kebijakan dan mungkin pertimbangan tertentu, pertimbangan politis, sosiologis, kultural, silakan itu, tetapi jangan sampai dampak yang tidak kita inginkan (anarkisme,red) terjadi," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008