New York (ANTARA News) - Harga minyak terjungkal, Rabu, karena para pedagang bereaksi terhadap kenaikan cadangan minyak mentah AS dan relatif stabilnya dolar AS, menyusul penurunan suku bunga terakhir Federal Reserve, kata para analis. Harga minyak telah berkurang lebih dari tiga dolar AS pada Selasa karena dolar AS mengalami "rally" (kenaikan panjang) dan berkurangnya kekhawatiran tentang ketatnya pasokan energi. Pada Rabu, kontrak berjangka minyak utama New York, minyak metah jenis "light sweet" untuk pengiriman Juni, turun 2,17 dolar AS menjadi ditutup pada 113,46 dolar AS per barel. Harga minyak mentah di New York telah melesat ke sebuah rekor tertinggi 119,93 dolar AS pada Senin. Di London, minyak metah jenis "Brent North Sea" untuk pengiriman Juni menyusut 2,07 dolar AS menjadi 111,36 dolar. Kontrak telah mencapai posisi puncak selama ini 117,56 dolar pada Jumat lalu. Departemen energi AS (DoE), Rabu, mengatakan cadangan minyak mentahnya melonjak 3,8 juta barel dalam pekan yang berakhir 25 April, jauh lebih kuat daripada ekpektasi pasar 1,5 juta barel. Cadangan bensin AS, yang dipantau dengan cermat pada awal musim libur ini, turun 1,5 juta barel, sejalan dengan ekspektasi pasar. Yang kontras, distilasi (minyak hasil sulingan) -- minyak solar dan pemanas -- tak terduga meningkat 1,1 juta barel. Pasar memperkirakan sebuah penurunan 500,000 barel. "Data mingguan secara umum bearish, dengan lebih besarnya dari perkiraan cadangan minyak mentah dan tak terduga melonjaknya cadangan minyak destilasi," kata Eric Wittenauer, analis Wachovia Securities. Sesuai dengan perkiraan, Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) menurunkan suku bunga Fed funds lagi seperempat poin menjadi 2,0 persen. Para pembuat kebijakan FOMC juga memutuskan menurunkan suku bunga diskonto, suku bunga pinjaman yang dibebankan kepada bank-bank, 25 basis poin menjadi 2,25 persen. Pasar minyak sedang mengintai dampak penurunan suku bunga terhadap dolar AS, yang melemah terhadap euro setelah pengumuman the Fed. Harga minyak dan dolar AS bergerak berlawanan arah dalam beberapa bulan terakhir ini. "Normal, denominasi komoditi dalam dolar diuntungkan dari melemahnya dolar AS, karena membuat harga komoditi lebih murah untuk para investor asing," kata analis Sucden, Andrey Kryuchenkov, seperti dilaporkan AFP. "Itu alami, penguatan dolar akan berdampak terbalik pada komoditi." Para analis mengatakan kemunduran kembali harga minyak dari kenaikan Senin, sebagian akibat berakhirnya dua hari pemogokkan di kilang minyak Grangemouth di Skotlandia. Pemogokan yang berakhir Selasa, telah menutup saluran pipa minyak yang memasok 40 persen minyak dan gas Inggris. Dalam dua pekan lalu, harga minyak telah mencatat serangkaian rekor tertinggi, dipicu meluasnya kekhawatiran internasional di antara negara-negara konsumen. Menteri Perminyakan Kuwait Mohammad al-Olaim, Rabu, mengatakan bahwa OPEC akan menyelenggarakan pertemuan luar biasa harga minyak sebelum sebuah konferensi yang dijadualkan pada September dan tidak menampakkan untuk mengesamping peningkatan produksinya. Namun, pejabat menteri perminyakan Libyia Chukri Ghanem mengindikasikan bahwa Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) tidak bisa memasok minyak mentah lebih banyak. "Saya yakin bahwa kami tidak memiliki lebih banyak produksi," kata Ghanem, dalam sebuah pidatonya dalam sebuah seminar di London yang diselenggarakan sebuah konsultan energi the Centre for Global Energy Studies. (*)

Copyright © ANTARA 2008