Washington, (ANTARA News) - DPR AS, Kamis, melakukan pemungutan suara untuk mencabut larangan berkunjung terhadap mantan Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela, maupun anggota partainya yang anti-apartheid. Para anggota parlemen AS, sebagaimana dilaporkan Reuters, tercengang karena peraturan tersebut hingga kini belum dibereskan. "Zaman apartheid telah menjadi sejarah namun hukum AS yang memasukkan Mandela dan para pejuang anti pembedaan ras masih awet," kata anggota DPR Howard Berman, dari Partai Demokrat California. Usaha pencabutan larangan itu masih harus disetujui Senat sebelum berlaku. Mandela masih harus mendapat izin khusus untuk berkunjung ke AS, begitu juga para anggota African National Congress, (ANC) yang saat ini merupakan partai berkuasa di Afrika Selatan. Usul Berman itu, yang disepakati lewat pemungutan suara dan didukung pemerintahan Bush, mencabut perlakuan terhadap ANC sebagai organisasi teroris. Rancangan undang-undang itu juga memberikan otoritas kepada pihak berwenang untuk memutuskan bahwa sebagian tindak kriminal, yang membuat orang menjadi terlarang masuk AS, tidak berlaku jika mereka merupakan oposisi apartheid di Afrika Selatan. "Meski sejak dua dasawarsa lalu AS berpihak pada mereka yang ditindas oleh apartheid, Kongres tidak pernah menyelesaikan inkonsistensi dalam undang-undang keimigrasian yang memperlakukan banyak sosok roposisi apartheid di Afrika Selatan sebagai teroris dan penjahat, dan sebagian karena dicap demikian oleh rejim apartheid," kata Berman awal pekan ini di DPR. Menurut Berman, ANC dicap "teroris" karena menggunakan kekuatan senjata sebagai salah satu cara menentang apartheid. Menlu AS, Condoleezza Rice, bulan lalu mengatakan ingin mengakhiri larangan berkunjung terhadap Mandela dan anggota lain dari ANC. Pemerintah apartheid Afrika Selatan melarang ANC pada tahun 1960 serta memasukkan para pemimpinnya ke penjara atau memaksa mereka pergi ke pengungsian. Larangan tersebut dicabut tiga puluh tahun kemudian. Mandela pada tahun 1990 keluar dari penjara setelah mendekam selama 27 tahun kemudian menjadi presiden pertama pasca apartheid di Afrika Selatan.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008