Medan (ANTARA News) - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mendesak pemerintah segera mengembalikan dana pungutan ekspor (PE) crude palm oil (CPO) ke petani yang semakin tertekan dengan kebijakan PE yang dilakukan secara progresif dan rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). "Dengan kebijakan PE progresif, harga TBS (tandan buah segar) petani menjadi tertekan sekitar 28 persen. Petani semakin akan tertekan dengan kenaikan harga BBM mengingat sebelum kenaikan BBM, harga pupuk sudah naik 300 persen," kata Ketua Umum DPP Apkasindo, Sumardi Syarief, di Medan, Jumat. Didampingi Sekjen, Asmar Arsjad, Sumardi, mengatakan sebaliknya dengan PE Progresif itu, pemerintah mendapatkan kenaikan pemasukan dari PE CPO itu hingga 140 persen sehingga total PE yang dikantongi pemerintah diperhitungkan sudah mencapai Rp15 triliun. "Tapi apa yang sudah didapat petani dari penerimaan pemerintah dari PE yang cukup besar itu. Kondisi di Indonesia sangat terbalik dengan di Malaysia yang pendapatan pajak dari CPO atau TBS nya untuk kesejahteraan dan kepentingan petani sawit," kata Asmar. Dia menyebutkan, di Malaysia, pungutan serupa dananya diperuntukkan 49 persen untuk keperluan penelitian dan pegembangan kelapa sawit, jaringan pengamanan 26 persen, promosi 13 persen dan advokasi 12 persen. Sementara pemerintah Indonesia, sambungnya, hanya janji tingal janji kepada petani sawit. Mulai dari perbaikan/peningkatan infrastruktur di daerah perkebunan kelapa sawit petani, sertikasi lahan untuk kemudahan petani khususnya dalam program revitalisasi perkebunan hingga subsidi benih kelapa sawit petani yang dijanjikan sebesar 20 persen belum juga terlaksana. Bahkan janji pembangunan waralaba benih di tingkat kabupaten, peremajaan tanaman serta termasuk subsidi minyak goreng kepada petani juga tidak terwujud. "Yang lebih menyedihkan, Wapres pun menolak bertemu Apkasindo yang ingin bertemu awal Mei guna menyampaikan keluhan petani dengan dalih sedang sibuk," katanya. Padahal, kata Asmar, yang juga menjabat wakil Ketua Bidang hukum dan Kebijakan Pemerintah di Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), pemerintah tidak bisa memandang remeh petani sawit mengingat kepemilikan lahan oleh rakyat cukup besar atau mencapai 2, 6 juta hektare dari luas sawit nasional yang berkisar 6,3 juta hektare. Luas lahan sawit rakyat itu, hanya sedikit lebih kecil ketimbang swasta yang sudah 3 juta hektare. "Petani perlu dibantu khususnya untuk meningkatkan produktivitas TBS yang masih 10 - 13 ton per hektare per tahun dibandingkan hasil kebun swasta yang sudah 20 -23 ton per hektare per tahun. Dimana penyebabnya antara lain karena tanaman tua dan pemakaian benih tidak unggul," ujar Asmar.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008