Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung (MA) akan melayani rencana Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Anwar Nasution, melaporkan ke polisi terkait audit biaya perkara di MA. "Kita sudah cape dengan itu, apa maunyalah kita akan layani," kata Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial, Harifin A Tumpa, di Jakarta, Jumat. Sebelumnya dilaporkan, BPK akan melaporkan MA ke polisi karena menolak diaudit biaya perkara, sedangkan MA sendiri bersikukuh menolak diaudit oleh BPK jika belum ada Peraturan Pemerintah (PP) Biaya Perkara. Ia mengatakan MA bukan tidak mau diaudit oleh BPK, karena PP biaya perkaranya saja sampai sekarang belum ke luar. "Kita bukan tidak mau diaudit, akan tetapi kita menunggu aturannya. Karena sudah ada kesepakatan untuk itu," katanya. Dikaitkan dengan kedudukan BPK dalam kewenangannya memeriksa keuangan negara sesuai UUD 1945, ia menyatakan BPK memang benar memiliki kewenangan itu tapi persoalannya pengertian uang negara itu harus jelas dalam aturan. "Kita harus tentukan dahulu yang masuk uang negara itu, itu kan harus jelas dulu, maka PP adalah jawabannya," katanya. Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) merekomendasikan agar Mahkamah Agung (MA) mengajukan Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) terhadap Mahkamah Agung (MA) ke Mahkamah Konstitusi (MK), untuk menyelesaikan konflik kedua lembaga negara itu dalam audit biaya perkara. "BPK juga bisa sekaligus mengajukan uji materi terhadap Pasal 65 Undang-Undang (UU) MK soal MA," kata peneliti ICW, Febri Diansyah, di Jakarta, Rabu. Febri Diansyah mengatakan alasan MA yang menilai BPK tidak berwenang melakukan audit perkara, sudah jelas menyalahi UUD 1945 karena di dalam Pasal 23 E UUD 1945 telah menyebutkan "Untuk pemeriksaan dan tanggung jawab keuangan negara dibentuk BPK yang bebas dan mandiri". Dikatakannya, Pasal 65 UU MK itu bisa diujimaterikan karena isinya MA tidak dapat menjadi pihak dalam SKLN yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945 pada MK. "Tetapi dalam Pasal 2 ayat (3) Peraturan MK 08/2006 menyebutkan MA tidak dapat jadi pihak dalam sengketa yustisial/teknis peradilan. Hingga bisa diujikan Pasal 65 UU MK itu," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008