Semarang (ANTARA News) - Ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi (PT) di Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (12/5), menggeruduk gedung DPRD Jateng menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Mereka berasal dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), BEM Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo, Senat Mahasiswa Unissula, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Liga Nasional Mahasiswa Demokrasi (LMND). Dalam aksinya mahasiswa mengusung sebuah "jenazah" yang diletakan di lantai depan pintu masuk gedung DPRD sebagai simbol rakyat telah meninggal dunia akibat kenaikan harga BBM. "Kenaikan harga BBM dipastikan akan semakin menambah beban bagi masyarakat miskin," kata seorang pengunjuk rasa, Setiawan W. Selama selama melakukan demonstrasi yang dijaga aparat kepolisian, pengunjuk rasa menolak ditemui Ketua DPRD Jateng, Murdoko dan anggota DPRD lainnya. Padahal Murdoko dan anggota DPRD Jateng, Ali Mansyur H.D. telah berada di tengah pengunjuk rasa. "Mereka tak mau ketemu saya, ya sudah," kata Murdoko sambil masuk kembali ke dalam Gedung DPRD Jateng di Jalan Pahlawan Semarang. Sementara itu, pada hari yang sama mahasiswa dari berbagai PT di Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (12/5) menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Pertamina Pemasaran Region Jateng/DIY di Jalan M.H. Thamrin Semarang, menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Tidak pro rakyat Menurut pengunjuk rasa, rencana pemerintah menaikkan harga BBM merupakan sikap yang tidak pro-rakyat. "Di tengah-tengah kenaikan harga bahan pokok, ternyata pemerintah akan menaikkan harga BBM," kata Harnoto, seorang pengunjuk rasa. Jika pemerintah menaikkan harga BBM, masyarakat yang kini sudah sengsara akan bertambah sengsara karena dampak kenaikan harga BBM akan berakibat pada kenaikan transportasi, sembako, dan kebutuhan lainnya. Karena itu, pengunjuk rasa menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM. "Kita menolak kenaikan harga BBM karena nantinya akan menyengsarakan rakyat. Mana janji pemerintah untuk menyejahterakan rakyat," kata Harnoto.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008