Tokyo (ANTARA News) - Menteri Lingkungan Jepang Ichiro Kamoshita mengatakan bahwa kalau tiba-tiba saja negara matahari terbit itu melakukan aksi pemadaman listrik pada hari pertama KTT G8 yang akan berlangsung pada 7-9 Juli 2008 di Hokkaido, hal itu bukan karena krisis energi atau kegagalan sistem kelistrikan. Kamoshita mengatakan hal itu kepada wartawan asing di kantor Foreign Press Center of Japan (FPCJ) di Tokyo, Rabu, berkaitan dengan kebijakan lingkungan hidup yang akan menjadi salah satu agenda utama yang diusulkan pihak Jepang. Jepang memang "ngotot" dengan kampanye globalnya soal perubahan iklim yang diakibatkan oleh borosnya konsumsi energi dunia yang banyak menghasilkan emisi gas (CO2). "Selain Jepang, kegiatan simbolik berupa pemadaman listrik itu juga akan diikuti oleh kota-kota besar lainnya, seperti London, Moskow, New York dan juga San Fransisko," kata Kamoshita lagi. Pemadaman lsitrik akan dimulai di hari pertama KTT G8 pukul 20.00 hingga 21.00 waktu Jepang. Pemadaman listrik selama satu jam itu akan menghasilkan penghematan listrik sekaligus upaya pengurangan emisi gas, yang dituding menjadi penyebab perubahan iklim yang ekstrim belakangan ini. Dalam jumpa pers yang diikuti sekitar 50 wartawan non Jepang itu, Ichiro Kamoshita juga menjelaskan berbagai kebijakan strategis Jepang mulai dari Kyoto Protocol (yang akan berakhir 2012), Bali Conference Action Plan, hingga konferensi serupa di Kopenhagen pada tahun 2009. Isu-isu utama yang mewarnai perubahan iklim, seperti upaya Jepang yang mencari masukan bagi KTT G8 mendatang, upaya mewujudkan masyarakat rendah karbon, kerja sama di antara negara industri maju dan negara-negara berkembang serta kerja sama lainnya di masa depan juga ikut dipaparkan. "Kerja sama di seluruh dunia mutlak diperlukan, dan Jepang juga akan berjuang untuk memperoleh upaya konkret dari negara-negara industri maju, termasuk juga China yang menjadi salah satu emiter terbesar dalam menghasilkan emisi gas di dunia," katanya. Kamoshita mengaku sudah mendapat komitmen dari negara-negara G8 untuk berperan secara aktif dalam menangani perubahan iklim global. Lantas ia pun membeberkan angka-angka dari masing-masing negara di dunia penghasil gas karbon sebesar 27,1 miliar ton hingga tahun 2005. Emiter terbesar adalah Amerika Serikat yang menyumbang 21,4 persen dari total emisi gas dunia. Selanjutnya China (18,8 persen), Uni Eropa (12 persen), Rusia (5,7 persen), Jepang (4,5 persen) dan India sebanyak 4,2 persen. Keberatan kalangan industri Dalam sesi tanya jawab ditanyakan juga mengenai keberatan dari kalangan industri di dunia, termasuk industri Jepang untuk aktif mensukseskan program pengurangan emisi global, serta bentuk-bentuk kerja sama internasional lainnya. Menteri Lingkungan Ichiro Kamoshita mengatakan, pihaknya akan ikut memantau secara ketat kesediaan kalangan industrinya untuk ikut mensuskseskan program pengurangan emisi tersebut. Apalagi Jepang juga telah menggelar kampanye global "Cool Earth 50" yang berupa pengurangan emisi gas sebesar 50 persen dari jumlah emisi saat ini hingga tahun 2050. Upaya itu terus dilakukan dengan menawarkan berbagai kerja sama antara negara maju dan berkembang, termasuk pemberian insentif bagi negara yang melakukan upaya pengurangan emisi gas-nya. "Jepang juga berketetapan agar pengurangan emisi gas sebesar enam persen setiap tahunnya bisa terlaksana. Oleh karena tu berbagai insentif dan kerja sama riset serius secara bersama-sama terus dilakukan," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008