Banda Aceh (ANTARA News) - Departemen Hukum dan HAM mensahkan badan hukum 12 dari 14 partai politik lokal (parlok) yang telah lulus verifikasi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). "Setelah melalui musyawarah antara tim verifikasi dengan para pengurus parlok, tercatat 12 partai memiliki badan hukum sebagai salah satu syarat untuk mengikuti pemilihan umum," kata Kepala Kanwil Depkum dan HAM Provinsi NAD, Razali Ubit, di Banda Aceh, Jumat. Salah satu dari 12 parlok yang lolos verifikasi itu adalah Partai Aceh yang di ketuai Muzakkir Manaf yang sebelum perjanjian damai Helsinki lebih dikenal sebagai panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dokumen partai yang lolos verifikasi tersebut akan dibawa ke Jakarta untuk dimasukkan dalam lembaran negara, katanya. Parlok yang tidak melengkapi persyaratan administrasi dan penelitian tim verifikasi dari unsur Kehakiman, Kejaksaan, Polri, Pemerintah dan akademisi itu yakni Partai Serambi Persada Nusantara Serikat (PSPNS) dan Partai Nahdatul Ummah Aceh (PNUA). "Kedua parlok tersebut tidak memenuhi syarat administrasi dan penelitian di lapangan, termasuk tidak memiliki kepengurusan di seluruh kabupaten/kota (hanya 50 persen)," tambahnya. Ia menyebutkan dari 12 parlok yang telah disahkan badan hukum itu tidak ada yang bertentangan dengan aturan hukum maupun perundangan-perundangan yang berlaku di tanah air. Terkait dengan beberapa kali perubahan yang dilakukan Partai Aceh, seperti menyangkut lambang dan logo serta nama partai, Razali menjelaskan kesepakatan untuk mengubahnya memang melalui jalan panjang. "Tapi sekali lagi saya katakan berkat kesepahaman dan saling pengertian dalam kontek menjaga perdamaian Aceh, akhirnya Partai Aceh tersebut lolos dari verifikasi. Partai Aceh sendiri memiliki azas Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945," tambahnya. Semuanya itu berkat itikad baik semua pihak untuk melanjutkan cita-cita perdamaian Aceh seperti yang tertuang dalam Undang Undang No. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), ujar Kakanwil Depkum dan HAM Provinsi NAD. Dijelaskan, sebelum menjadi Partai Aceh, partai yang kepengurusannya anggota Komite Peralihan Aceh (KPA( itu bernama Partai GAM (tanpa kepanjangan), kemudian partai Gerakan Aceh Mandiri (GAM). "Sesuai UU tentang parlok yang tidak boleh menggunakan lambang atau simbol negara serta adanya kata-kata gerakan untuk sebuah partai politik. Kemudian, kami bermusyawarah sehingga dengan saling pengertian maka jadilah Partai Aceh," tambahnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008