Amsterdam, Belanda (ANTARA News) - Delegasi Indonesia, yang mengikuti kongres Federasi Realestat Internasional (FIABCI) tanggal 30-31 Mei 2008 di Belanda, mengritik penyelenggara. "Kami menganggap kongres kali ini terlalu komersial. Untuk mengikuti kongres harus membayar 375 euro bagi anggota dan 435 euro untuk bukan anggota," kata Sekretaris Jenderal DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI), Alwi Bagir Mulachela, di Amsterdam, Belanda, Jumat. Bahkan, pada kongres hari kedua, hanya Ketua Umum Teguh Satria dan Ketua Kompartemen Luar Negeri Veimeirawaty Kusnadi dapat masuk ke ruang kongres, sementara peserta lain terpaksa menunggu di luar. Alwi pun akhirnya berkumpul dengan anggota lain FIABCI, yang tak bisa masuk hanya karena dianggap belum membayar penuh kegiatan kongres itu. Kongres dua hari di Beurs van Berlage tersebut dinilai terlalu komersial, karena dalam dua hari kegiatan itu, peserta hanya disuguhi makanan kecil dan minuman. Akibatnya, terutama pada jam makan siang, ruangan menjadi kosong, karena peserta keluar untuk makan di restoran, yang bertebaran di sekitar tempat kongres. Alwi menilai pelaksana kegiatan itu, yang ditunjuk pemerintah Belanda, terlalu banyak mengambil keuntungan dari acara tersebut. Bahkan, walikota Amsterdam, seharusnya menghadiri pesta "cocktail" di museum lukisan, kata Alwi. Padahal, katanya, untuk mengikuti acara tersebut, peserta diwajibkan membayar lagi. Peserta sudah didaftar mendapatkan tanda pengenal untuk mengikuti kegiatan. "Jangan harap dapat masuk ke dalam kongres bila tidak dapat menunjukkan pas masuk. Akibatnya, bukan dari Indonesia saja yang tidak puas, negara lain juga merasakan hal sama," katanya. Tapi, Alwi mengakui bahwa dari kongres itu, ia mendapat banyak masukan mengenai arah pengembangan usaha properti. Wartawan peliput kegiatan itu juga dibatasi. Setelah berdebat dengan penyelenggara, wartawan pada akhirnya dibolehkan masuk, meski hanya sidang pertama. Alwi mengatakan, pihaknya akan memberi contoh penyelenggaraan kongres FIABCI yang benar pada 2010, dengan mendatangkan pembicara kelas dunia dan memberikan kemasan menarik di Bali, termasuk jamuan makan. Ketidakpuasan delegasi Indonesia disampaikan melalui catatan tertulis, yang disediakan panitia sebagai bahan evaluasi kegiatan serupa pada tahun depan. (*)

Copyright © ANTARA 2008