Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum PB Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, Rodly Kelani, di Jakarta, Senin malam, menyatakan, aksi kekerasan oleh massa yang mengatasnamakan diri sebagai FPI di Lapangan Monas, Minggu (1/6), saat ada kelompok sedang merayakan Hari Lahir Pancasila, merupakan wujud cara beragama secara picik dan kerdil. "Malah menurut kami, itu merupakan cara tidak beragama. Makanya kami mengutuk penyerbuan dan kekerasan yang dilakukan oleh Front Pembela Islam (FPI) itu terhadap massa apel akbar Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) di Monas tersebut," tandasnya kepada ANTARA. Bagi Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII), lanjutnya, FPI telah melakukan suatu tindakan yang menggambarkan mereka sama sekali tidak memahami argumentasi realitas bangsa ini. "Sebab, secara historis maupun substansi, kita ini bangsa yang majemuk, yang plural, dan keberagaman inilah yang menjadi kekuatan bangsa kita sejak merebut kemerdekaan dari penindasan bangsa-bangsa asing," tegasnya lagi. PB PMII semakin gusar, karena kekerasan dilakukan FPI atas anak-anak bangsa Indonesia yang tengah melaksanakan peringatan Hari Lahir Pancasila dan jelas-jelas ini mencoreng citra bangsa di mata internasional. Segera bubarkan FPI, dan organisasi lain semodel! Karena itu, PB PMII tetap pada pendapatnya semula, agar Pemerintah segera membubarkan FPI dan organisasi instant yang mengatasnamakan agama lainnya, tetapi berwatak serta berkarakter anarkis. "Bebaskan bangsa ini dari organisasi-organisasi instant yang berwatak begitu, apalagi condong bergaya premanisme dan gerombolan semata. Itu bukan cermin agama," katanya lagi. Jika Pemerintah, terutama Kepolisian Republik Indonesia (Polri) ragu-ragu melaksanakan pembubaran FPI dan organisasi-organisasi satu model dengan mereka, ini bisa memicu konflik horisontal lebih besar. "Premanisme berbalut agama harus ditindak tegas. Cara-cara preman dalam mencapai tujuan harus dihentikan," tandas Rodly Kelani lagi.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008