Purwokerto (ANTARA News) - Aksi kekerasan yang dilakukan Front Pembela Islam (FPI) terhadap massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB), di Silang Monas, Jakarta Pusat, Minggu (1/6), telah menimbulkan berbagai kecaman, dan imbasnya di Purwokerto massa dari Lembaga Independen Banyumas (Libas) melakukan "sweeping" terhadap massa FPI. Massa dari Lembaga Independen Banyumas (Libas) melakukan "sweeping" di sebuah rumah di Jalan Pungkuran yang disinyalir sebagai markas FPI di kota tersebut, Selasa. Namun "sweeping" tersebut tidak membuahkan hasil lantaran rumah itu sudah tidak dipakai lagi sebagai markas FPI dan pemilik rumah, Edi Nugroho menyatakan jika mandat sebagai Ketua FPI Banyumas telah dikembalikan ke pusat. Menurut Edi, pengembalian mandat tersebut telah dilakukan setengah tahun lalu karena ia menganggap garis perjuangan FPI sudah tidak sejalan dengannya lagi. Dengan demikian, kata dia, kepengurusan FPI Banyumas sudah vakum sejak pengembalian mandat tersebut.` "Maaf, saya tidak bisa berkomentar banyak tentang FPI," kata dia tanpa banyak bicara. Sementara itu Direktur Libas, Sumbadi mengatakan, pihaknya tidak ingin bangsa Indonesia terpecah belah dengan adanya aksi anarkis dari FPI. Kekerasan FPI di Monas melanggar HAM! Menurut dia, Indonesia dibangun dari keberagaman atau kebhinekaan suku, agama, maupun ideologi sehingga penyelesaian masalah menggunakan kekerasan akan menimbulkan kekerasan baru. "Tindakan yang dilakukan FPI terhadap AKKBB di Kawasan Monas, Jakarta, Minggu (1/6), adalah tindakan melawan hukum dan sebuah pelanggaran hak azasi manusia (HAM)," katanya. Ia mengatakan, kebebasan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara yang dilindungi undang-undang. Komnas HAM diimbau usut kasus Insiden Monas Dengan demikian, kata dia, Libas mengutuk tindakan kekerasan yang dilakukan oleh FPI dan mendesak aparat kepolisian untuk mengusut tuntas kasus tersebut. "Kita juga minta Komisi Nasional HAM untuk mengusut kasus pelanggaran HAM tersebut," katanya. Dia mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk menjaga persatuan dan kesatuan dengan tetap menghargai perbedaan dan keberagaman.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008