Serang (ANTARA News) - Dewan Pengurus Provinsi (DPP) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Banten, mengaku revisi Upah Minimum Kabupaten (UMK) tahun 2008 akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tidak bisa dilakukan, meskipun ada instruksi Menteri Tenaga Kerja (Menakertrans), Erman Suparno. "Kalau untuk revisi UMK, saat ini Apindo tidak setuju, sebab kondisi di Banten saat ini tidak kondusif, banyak pengusaha yang rugi dan mengeluh," kata Sekretaris DPP Apindo Provinsi Banten, Kgs A Alfonso di Serang, Selasa. Namun, Apindo Banten mendukung upaya pemerintah pusat yang meminta kepada semua pengusaha di daerah untuk menaikan uang makan dan transportasi bagi karyawan, yang besaran kenaikannya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing perushaaan. Keputusan penolakan revisi UMK saat ini, kata Alfonso, karena semua kabupaten/kota telah mengajukan UMK Tahun 2008 kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten dan telah disetujui oleh Gubernur Banten pada Januari. Menurut dia, instruksi Menakertrans akan adanya revisi UMK sangat sulit dilakukan oleh 700 pengusaha yang bergabung dalam Apindo Banten, seperti pengusaha garmen, tekstil sepatu dan Usaha Kecil Menengah atau UKM. Pihaknya khawatir banyak pengusaha yang hengkang dari Banten kalau saat ini terlalu banyak tuntutan. Siapa suruh naikkan harga BBM, sering padamkan listrik?! Dengan kenaikan BBM 20 persen lebih, katanya, telah menaikan ongkos produksi perusahaan kurang lebih 10 persen dan para pengusaha terus bertahan dengan segala upaya agar semua proses produksi dan aktivitas usaha berjalan dengan baik. Apalagi, kata Alfonso, selama dua pekan belakangan ini listrik di wilayah Banten sering mati tanpa ada pemberitahuan sebelumnya, sehingga banyak perusahaan-perusahaan yang mengeluh karena hasil produksi baik kualitas maupun kuantitasnya turun hampir 50 persen. Penurunan kualitas itu, terjadi pada industri tekstil dan garmen, sebab dengan seringnya listrik padam secara mendadak di saat produksi, benang yang sedang dalam proses menjadi kusut, dan banyak yang rusak. Sedangkan bagi perusahaan sepatu, dari produksi sebanyak 22 ribu per 8 jam, turun sampai 50 persen. Jika dihitung, listrik mati selama 4 jam setiap hari, sebanyak 11 ribu pasang sepatu tidak dapat diproduksi dalam satu hari.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008