Semarang (ANTARA News) - Partai Persatuan Pembebasan Nasional (Papernas) Jawa Tengah menilai tragedi Monas, 1 Juni 2008 merupakan bentuk kelemahan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla yang tidak mampu melindungi kebebasan beragama dari tindak kekerasan. "Itu (kekerasan,red.) sudah dilakukan oleh FPI berkali-kali, tapi tidak ada tindakan tegas dari kepolisian dan pemerintah," kata Ketua Papernas Jawa Tengah, Kelik Ismunanto di Semarang, Selasa. FPI belum terdaftar sebagai ormas. Larang kegiatan ilegalnya! Ismunanto mengatakan, FPI tidak perlu dibubarkan, karena alasan prinsip kebebasan organisasi dan demokrasi. "Tidak perlu dibubarkan, tapi cukup diproses secara individual yang terlibat kekerasan," katanya. Ia menjelaskan, hal lain yang juga perlu diproses adalah mengenai status FPI yang sampai saat ini, belum terdaftar sebagai organisasi masyarakat. "Mereka belum secara resmi sebagai ormas. Jadi, pemerintah sebenarnya bisa melarang segala aktivitas FPI, karena ilegal," katanya. Ismunanto menambahkan, pada Januari 2007, Papernas juga pernah menjadi korban kekerasan FPI. Selain Papernas, pernyataan sama juga disampaikan oleh Hati Nurani Interfaith forum, Ikatan Sarjana Katolik Indonesia, Eksekutif Wilayah LMND Jawa Tengah, Komisariat Daerah Pemuda Katolik Jawa Tengah, Komisariat Daerah Perhimpuan Mahasiswa Katolik RI Jawa Tengah, Koalisi Perempuan Indonesia Jawa Tengah, LBH APIK Semarang, PBHI Jawa Tengah, dan Partai Pergerakan Kebangsaan Kota Semarang. Mereka menolak diskriminasi terhadap penyelesaian kasus kekerasan sebagaimana yang terjadi pada kasus mahasiswa di kampus UNAS dengan cepatnya aparat kepolisian menangkapi mahasiswa yang berdemonstrasi dengan tuntutan yang rasional dan berpihak pada rakyat hingga terjadi bentrokan. Namun, pada penyerangan massa AKKBB yang dilakukan oleh kelompok FPI, aparat kepolisian bertindak sangat lambat bahkan terkesan membiarkan pada kasus kekerasan. Oleh karena itu, pemerintah wajib melaksanakan upaya-upaya untuk tercapainya tujuan negara yang salah satunya melindungi segenap bangsa Indonesia, termasuk dalam hal ini adalah kebebasan berserikat, beragama, dan berkeyakinan.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008