Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi I DPR, Theo L Sambuaga, menyatakan model persuasif pihak kepolisian dalam melakukan penangkapan dan penahanan atas aktivis Front Pembela Islam (FPI) tanpa menimbulkan kerusuhan serta tindak kekerasan patut diapresiasi dan sekaligus bisa menjadi model dalam menangani kasus serupa di masa depan. "Komisi I DPR mengapresiasi sikap polisi yang telah berhasil memanggil mereka yang diduga sebagai penyerang kelompok Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) di Lapangan Monas, Minggu (1/6) lalu," ujarnya di Jakarta, Rabu. Pendekatan pihak Kepolisan Republik Indonesia (Polri) dalam aksi penangkapan dengan melibatkan sekitar 1.500 personel, Rabu pagi di Markas FPI, Jalan Petamburan III, Jakarta Pusat, menurut Theo, benar-benar patut dihargai karena tidak menimbulkan efek kekerasan yang tidak diinginkan bersama. Komisi I DPR juga menghargai sikap keteladanan Ketua Umum FPI, Habib Rizieq Shihab, yang ikut "menyerahkan" anak buahnya tanpa perlawanan, sehingga proses penangkapan dan penahanan dapat berjalan lancar. Theo menilai, langkah persuasif yang diawali dengan dialog-dialog intensif, dan kemudian ada respons positif dari Habib Rizieq yang dengan simpatik mempersilahkan aparat Polri menggeledah dan menangkap para aktivis FPI, merupakan sesuatu yang benar-benar di luar dugaan. "Ini positif bagi suasana menjamin pertumbuhan demokrasi serta penegakan hukum di negara yang beradab dan yang menghargai kemajemukan atau pluralitas berdasarkan prinsip-prinsip norma-norma Pancasila," tambahnya. Dikatakannya, polisi harus mengusut tuntas kasus insiden Monas sampai ke akar-akarnya. "Siapapun pelaku dan aktor intelektualnya harus diusut dan diproses secara hukum agar memberi efek jera, sehingga kekerasan serupa tidak terulang lagi oleh siapa pun dan dengan alasan apa pun," tegasnya. Tertibkan ormas Theo Sambuaga juga mengkritik cara aparat penegak hukum yang selama ini belum begitu tegas menertibkan munculnya organisasi massa (Ormas) bergaya `militer`. "Organisasi-organisasi yang meniru gaya militer, baik dari sisi pakaian, kegiatan, pola latihan, cara dan struktur serta hirarki manajemennya, sejak beberapa tahun lalu sudah ditertibkan. Jadi, jangan lagi dibiarkan menjamur. Momentumnya sekarang untuk penertiban," tandasnya. Ia menilai, ormas dengan gaya seperti itu tidak lagi dibutuhkan dalam suasana demokrasi yang beradab seperti sekarang ini. "Begitu juga tatacara penanganan kasus kerusuhan oleh pihak kepolisian dengan gaya represip, seperti dalam kasus Universitas Nasional (Unas), jangan lagi jadi model," ujarnya. Theo Sambuaga mengajak semua pihak terkait untuk meninggalkan cara-cara pendekatan represif dan mengedepankan model persuasif serta dialog tanpa menimbulkan aksi kekerasan. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008