Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah secara resmi melalui surat keputusan bersama (SKB) Menteri Agama, Jaksa Agung dan Mendagri memberikan peringatan pada jamaah Ahmadiyah untuk tidak lagi melakukan penodaan terhadap agama. Hal tersebut disampaikan oleh Jaksa Agung Hendarman Supandji di kantor Kepresidenan Jakarta, Senin sore, sebelum mengikuti rapat kabinet terbatas tentang RUU Pengadilan Tipikor. "Gak ada (pembubaran-red), ketentuan Undang-Undangnya tidak ada. Sesuai UU nomor 1 tahun 1965 itu, SKB itu hanya perintah dan peringatan. Perintah dan peringatan dulu. Kalau masalah agama itu jadi diperingatkan (bahwa) mereka itu bertentangan dengan agama. Jadi kalau seandainya diperingati tidak bisa maka masuk pada penodaan agama," kata Hendarman. Undang-Undang nomor 1 tahun 1965 adalah tentang pencegahan penyalahgunaan dan penodaan agama. Ketika ditanya apakah ada jumlah peringatan yang akan diberikan, Jaksa Agung menyatakan hal tersebut juga tidak diatur dalam undang-undang. "Diberi peringatan dulu, baru kalau tidak bisa mereka berarti ada unsur niat untuk melakukan perbuatan penodaan agama. Kalau dia sudah niat maka masuk pada pasal 156 (huruf) a tentang penodaan agama," kata Hendarman. Di lain pihak, Jaksa Agung mengatakan bagi pihak yang menyebarkan kebencian pada Ahmadiyah juga dapat dikenai pasal 156 terkait penyebaran kebencian pada orang atau golongan. Saat ditanya lebih jauh tentang tindak lanjut pembubaran Ahmadiyah, Jaksa Agung memaparkan pengenaan ancaman pasal 156 huruf a adalah bagi orang-orangnya. Namun, masih menurut Hendarman, jika dalam perkembangannya mereka menimbulkan gangguan ketertiban dan keamanan maka akan dikenai Udang-Undang nomor 8 tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan dan pelaksanaannya Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 1986. "Pembubaran itu kan pasal 156 huruf a kepada orang-orangnya. Pembubarannya itu juga ada tindak lanjutnya kalau menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban, sesuai dengan UU nomor 8 tahun 1985 dan pelaksanaannya PP nomor 18 tahun 1986," tegas Jaksa Agung.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008