Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menilai jabatan rangkap pejabat pemerintah tidak melanggar aturan, asalkan dilakukan demi kepentingan pemerintah dan untuk mengembangkan perusahaan, kata Sekretaris Menteri Negara (Menneg) BUMN, Said Didu. "Penempatan pejabat pemerintah sebagai komisaris di sejumlah BUMN masih dibutuhkan untuk menjaga kepentingan pemerintah," ujarnya di Jakarta, Jumat. Menurut Said, menempatkan seseorang pejabat pemerintah sebagai wakil pemerintah sebagai kuasa pemegang di BUMN masih sangat dibutuhkan. "Penempatan wakil pemerintah di sejumlah BUMN masih dibutuhkan, selain untuk mengawasi jalannya perusahaan, juga dapat menjaga kepentingan pemerintah," katanya. Belakangan ini, berkembang wacana soal larangan rangkap jabatan bagi pejabat pemerintah terkait dengan semangat menjalankan reformasi birokrasi. Selain pejabat Kementerian BUMN, pejabat di lingkungan Departemen Keuangan diketahui juga banyak yang merangkap jabatan di sejumlah lembaga pemerintah dan BUMN. Respon atas wacana itu, sejumlah pejabat negara menyatakan mundur sebagai komisaris di sejumlah perusahaan ataupun BUMN. "Sejauh ini, pejabat negara yang merangkap jadi komisaris di BUMN tidak melanggar aturan. Penampatan mereka (wakil pemerintah) didasarkan pada UU Perseroan Terbatas, UU BUMN, dan UU Pengelolaan Keuangan Negara," tegas Said. Sesuai dengan UU Perseroan Terbatas, pemegang saham berhak menempatkan wakilnya di perusahaan. Sama halnya dengan negara sebagai pemegang saham BUMN menempatkan komisaris. "Namun yang bersangkutan (komisaris) tidak boleh ada konflik kepentingan. Kepentingannya harus sama dengan pemerintah," katanya. Untuk itulah kata Said, saat ini Kementerian BUMN, Departemen Keuangan dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara berkoordinasi agar dibuat Peraturan Pemerintah (PP) guna mengatur mekanisme pengangkatan pejabat dan komisaris di BUMN termasuk memperjelas soal definisi rangkap jabatan. Kementerian BUMN diutarakan Said, mengusulkan tiga hal, yaitu bagaimana mekanisme pengangkatan komisaris dari pejabat pemerintah, kedua pengertian konflik kepentingan (conflict of interest), dan ketiga definisi rangkap jabatan. Sesungguhnya, ujar Said, pemerintah saat ini memiliki Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural. Pada pasal 8 PP No 100 Tahun 2000 itu disebutkan, bahwa pegawai negeri sipil yang menjabat struktural tidak dapat merangkap baik struktural lagi atau fungsional. "Saat ini hanya ada dua jabatan fungsional yang dapat dirangkap yaitu jaksa dan peneliti. Selain itu, seperti pustakawan, arsiparis, widyaswara, tidak boleh dilakukan rangkap," katanya. Ia mengakui, aturan soal mekanisme pengangkatan komisaris belum ada detilnya, termasuk pejabat dan non pejabat di suatu perusahaan. "Selama ini, substansinya pejabat pemerintah yang menjadi komisaris di BUMN karena pemegang sahamnya adalah pemerintah. Jadi, di manapun pemegang saham selalu menempatkan wakilnya," tegasnya. Ketika ditanya apakah komisaris di BUMN tersebut termasuk merangkap jabatan, Said mengatakan, masalah ini yang harus diperjelas. Terkait pejabat yang mengundurkan diri dari jabatannya di BUMN, ia juga mengatakan, diserahkan kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) apakah setuju atau tidak. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008