Yogyakarta (ANTARA News)- Pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), sepeda kayuh (sepeda angin) yang dilengkapi mesin makin diminati warga masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Seperti dikatakan Wahid (42), pembuat sepeda angin bermesin warga Pandak, Kabupaten Bantul, DIY, Jumat, sejak kenaikan harga BBM omset penjualan sepeda produksinya meningkat hingga 30 persen. "Sebelum ada kenaikan harga BBM, biasanya dalam satu bulan hanya ada pesanan tujuh unit sepeda. Tetapi sejak harga BBM naik, dalam satu bulan ada pesanan 12 hingga 15 unit sepeda," katanya. Ia mengatakan, sebelum harga BBM naik, pembeli sepeda buatannya hanya terbatas kalangan menengah ke atas. "Mereka membeli sepeda jenis ini untuk olahraga dan refreshing," katanya. Namun, sejak harga BBM naik, pembeli sepeda produksinya juga banyak dari kalangan masyarakat menengah ke bawah. "Mereka tertarik dengan sepeda jenis ini mungkin karena hemat dalam pemakaian BBM," katanya. Wahid mengatakan sepeda buatannya menggunakan mesin `blower` penyemprot hama berkekuatan 30 CC. Desain sepeda sesuai selera pemesan. Sedangkan kapasitas tangki sekitar satu liter premium, dan bisa menempuh jarak sejauh 90 km hingga 100 km dengan kecepatan 40 km per jam. Harga sepeda jenis ini masih sama seperti harga sebelum ada kenaikan harga BBM yaitu Rp3,5 juta hingga Rp4 juta per unit. Sepeda kayuh bermesin buatan Wahid dipasarkan di sejumlah kota dan provinsi di Indonesia, bahkan diekspor ke Australia. Ia mengatakan untuk saat ini belum berani menaikkan harga jual sepeda produksinya, karena khawatir dengan daya beli masyarakat. "Saya juga harus menekan harga jual di bawah harga sepedamotor buatan China dan Korea, sehingga bisa bersaing," katanya. Dia mengatakan masih sering kesulitan modal jika ada pesanan dalam jumlah besar, karena sebagian besar konsumennya membayar di belakang. "Saya pernah minta bantuan ke pemerintah daerah untuk mendapatkan pinjaman modal, tetapi tidak dikabulkan," katanya. Menurut Wahid, yang dibutuhkan sebenarnya hanya kredit lunak untuk menambah modal usahanya. "Tetapi karena pemerintah daerah tidak mau membantu, saya harus menerima kenyataan ini," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008