Semarang (ANTARA News) - Kekalahan sejumlah calon gubernur dan wakil gubernur di tempat pemungutan suara (TPS) tempat mereka mencoblos menunjukkan para cagub dan cawagub itu tidak memiliki kedekatan personal dengan warga sekitar. "Kekalahan cagub dan cawagub di TPS tempat mereka mencoblos itu secara sosiologis bisa dibaca sebagai bentuk hukuman warga terhadap mereka," kata dosen FISIP Undip Semarang, Mochamad Yulianto, Minggu malam. Menanggapi terjungkalnya sejumlah kandidat di TPS tempat mereka mencoblos, ia menegaskan, kekalahan itu jelas mempermalukan mereka karena dianggap telah gagal membangun hubungan dan komunikasi personal dengan warga lingkungan terdekat. Yulianto memaklumi, cawagub Rustriningsih bisa jadi populer di mata warga Kebumen dan Jateng namun belum tentu mampu menjalin komunikasi personal dengan para tetangganya. Ia menjelaskan, kekalahan tersebut bukan berarti mereka selama ini gagal menjalankan pemerintahan atau tugas yang lain, melainkan karena hubungan warga biasa dengan pemimpin yang tinggal di lingkungan itu. "Kalau mereka memang disegani dan memiliki hubungan personal yang baik dengan lingkungan, tentu akan meraih dukungan banyak dari para tetangganya," katanya. Dalam kasus seperti itu, katanya, faktor kesamaan politik dengan calon bukan penentu dominan, melainkan karena adanya kedekatan personal cagub dan cawagub dengan warga. Menurut dia, tidak sulit sebenarnya "menaklukkan" sekitar 500 pemilih di setiap TPS namun para calon yang kalah di TPS mereka masing-masing tidak berpikir bahwa itu sangat penting untuk digarap optimal agar pencalonan mereka setidaknya memang didukung oleh lingkungan sosial terdekat. "Rustriningsih mungkin setiap hari terlalu sibuk dengan tugas sebagai Bupati Kebumen sehingga tidak sempat berkomunikasi secara intens dengan warga sekitar," analisis Yulianto. Padahal, menurut dia, Rustriningsih merupakan faktor penentu bagi cagub Bibit Waluyo dalam mendulang dukungan. Bibit-Rustri yang dijagokan PDIP, berdasarkan hitung cepat lembaga survei, unggul atas empat pasangan lain. Beberapa cagub dan cawagub yang kalah di TPS-nya sendiri, yaitu Rustriningsih (cawagub berpasangan dengan Bibit Waluyo) hanya meraih 145 suara kalah dari pasangan Bambang Sadono-Muhammad Adnan yang meraih 164 suara. Cagub H.M. Tamzil yang berpasangan dengan Rozaq Rais juga mengalami kekalahan di TPS-nya sendiri dari pasangan Bambang-Adnan. Bupati Kudus (Tamzil) hanya meraih 68 suara, sedangkan Bambang-Adnan meraih 106 suara. Cagub Sukawi Sutarip kalah di kandangnya sendiri dari Bibit Waluyo Rustriningsih. Sukawi Sutarip berpasangan dengan Sudharto yang diusung Partai Demokrat dan PKS hanya meraih 60 suara, sedangkan Bibit-Rustriningsih meraih 67 suara. Cagub Agus Soeyitno juga kalah di kandang sendiri dari pasangan Bibit-Rustriningsih. Agus Soeyitno yang berpasangan dengan Kholiq Arif hanya meraih 68 suara, sedangkan Bibit-Rustri meraih 70 suara. Bahkan, Kholiq Arif juga kalah di TPS-nya di Kabupaten Wonosobo dari pasangan Bibit-Rustriningsih. Kholiq hanya meraih 62 suara, sedangkan pasangan Bibit-Rustriningsih meraih 69 suara. Cawagub Rozaq Rais juga kalah di "rumahnya" sendiri dari pasangan Bibit-Rustriningsih. Rozaq yang mencoblos di TPS 03 Kepatihan Kulon Surakarta meraih 71 suara, sedangkan Bibit-Rustri meraih 118 suara. Pakar komunikasi Undip Novel Ali memperkirakan golput pada Pilgub Jateng mencapai 30 persen bahkan bisa lebih.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008