Jakarta, (ANTARA News) - Kepala Badan Intelejen Negara(BIN) Syamsir Siregar mendapat serangan dari berbagai kalangan masyarakat, mulai dari politisi hingga ilmuwan atau akademisi gara-gara melontarkan ucapan "sontoloyo" kepada menteri-menteri yang dianggap tidak loyal kepada Presiden. Menteri tersebut dianggapnya di satu pihak mendukung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menaikkan harga BBM, namun di lain pihak mengeluarkan ucapan menentang di tempat lain. "Presiden sebaiknya mengangkat saja Kepala BIN (Syamsir Siregar, red) sebagai juru bicara," kata akademisi Indra Piliang baru-baru ini ketika menanggapi ucapan keras Syamsir bahwa ada menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu alias KIB yang bersikap mendua terhadap Presiden. Mendua karena di satu sisi mendukung keputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM namun di lain pihak mengecam keputusan Yudhoyono untuk menaikkan harga BBM akibat melonjaknya harga minyak mentah di pasaran internasional. Sikap pro dan kontra ini berawal ketika di Istana Negara, mantan Panglima Kodam II Siliwangi itu mengungkapkan bahwa ada menteri yang di dalam sidang-sidang kabinet mendukung rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM tapi ternyata di tempat-tempat lainnya malahan melontarkan ucapan yang menolak kenaikan harga BBM itu. "Itu kan engga benar. Sontoloyo," kata Syamsir yang juga pernah menjadi Kepala Badan Intelejen dan Strategis(Bais) Mabes TNI. Bahkan Syamsir menyebutkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah mengetahui adanya menteri yang "sontoloyo" itu. "Ya, sudah tahulah," kata Syamsir yang dikenal sebagai salah satu orang dekat Yudhoyono itu terutama karena mereka sama-sama pernah mengabdi di lingkungan TNI-AD. Mendengar ucapan seorang pejabat tinggi yang tidak lazim itu, karena menyerang sesama pejabat tinggi pemerintah lainnya apalagi menteri, maka reaksi yang beraneka ragam pun mulai bermunculan. Mantan Rektor Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Profesor Sofian Effendi mengemukakan ucapan Kepala BIN itu mencerminkan adanya sikap saling menghujat di antara para pejabat, sesuatu hal yang tidak jamak di tanah air. "Ini hal yang paling menyedihkan. Pejabat negara saling hujat satu dengan yang lainnya. Karena itu, Presiden harus turun tangan," kata Sofian Effendi yang juga merupakan mantan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara(BAKN). Namun, di lain pihak ada pula akademisi yang berusaha memahami kejengkelan Syamsir Siregar tersebut, antara lain Daniel Sparingga. "Ada parpol-parpol yang seolah-olah konsisten mendukung kebijakan pemerintah. tapi ternyata suaranya (parpol, red) di DPR berseberangan dan hal itu menunjukkan integritas parpol yang tidak baik," kata Daniel Sparingga. Ucapan sontoloyo yang dilontarkan Syamsir tersebut ternyata bisa menumbuhkan kesadaran dalam masyarakat bahwa ada hal yang aneh dalam kehidupan politik di tanah air, bahwa ada parpol yang sekalipun memiliki "kaki" di kabinet, tapi ternyata juga masih berani mengeluarkan sikap menentang atau tidak menyetujui langkah pemerintah yang amat strategis termasuk kenaikan harga BBM. DPR baru-baru ini menyetujui digunakannya Hak Angket terhadap keputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM belum lama berselang. Semula ada lima fraksi di DPR yang menolak penggunaan Hak Angket ini yakni Fraksi Partai Golkar, Fraksi PPP, Fraksi PDS, Fraksi Partai Demokrat , serta Fraksi Partai Keadilan Sejahtera atau PKS. Namun dalam kenyataannya, malahan akhirnya F-PPP, F-PKS serta F-PDS menyetujui penggunaan Hak Angket tersebut. "Utusan" PPP dalam KIB adalah Ketua Umum DPP-PPP Suryadharma Ali serta Bachtiar Chamsyah yang merupakan Ketua Majelis Pertimbangan Partai. Sementara itu, wakil PKS dalam kabinet ada tiga yakni Anton Apriyantono( Mentan), Adhyaksa Dault( Menpora) serta Yusuf Asyari( Menteri Negara Perumahan Rakyat). Tugas BIN Ucapan Kepala BIN tentang menteri" sontoloyo" ini menarik perhatian masyarakat, karena sejak dahulu hingga sekarang, tidaklah lazim badan intelejen ini mengeluarkan hasil penelitiannya kepada masyarakat, apalagi jika menyangkut adanya "penentangan " sikap kalangan para pejabat terhadap kebijakan yang telah diambil pemerintah termasuk seorang presiden. Kalaupun ada sikap "oposisi" dari kalangan pemerintah maka tentu hal semacam itu akan langsung disampaikan kepada presiden atau wakil presiden, siapapun pun orangnya . Karena itulah, tidak mengherankan jika mantan Rektor UGM Sofian Effendi mengatakan jika BIN menunjukkan gejala atau tanda-tanda yang tidak lazim maka sebaiknya disampaikan langsung kepada presiden dan kemudian kepala negara-lah yang menyampaikan teguran atau memarahi" anak buahnya" itu. "Yang berhak menegur menteri adalah presiden. Jangan biarkan para pejabat saling menghujat," demikian peringatan Sofian Effendi . Belasan tahun lalu, ketika Sarwono Kusumaatmadja duduk dalam kabinet sebagai menteri dan kemudian mengritik para menteri lainnya, maka dia langsung dipanggil Presiden Soeharto ke Bina Graha untuk " dimarahi" . Akhirnya sejak itu , Sarwono tidak lagi pernah berani secara terbuka untuk mengritik para pejabat pemerintahan yang lainnya. Ucapan Syamsir Siregar tentang para menteri "sontoloyo" yang dalam kamus Bahasa Indonesia artinya adalah"bodoh, konyol, tidak beres atau brengsek" bisa diperkirakan bukan tanpa dasar sehingga dia berani mengeluarkan ucapan yang keras itu. Mungkin ada menteri dari parpol tertentu yang sekalipun menjadi bawahan Yudhoyono, tapi tetap ingin kelihatan sebagai anggota partai yang kritis sehingga terus ingin bicara bagaikan tokoh yang vokal apalagi pada tahun 2009 bakal berlangsung pemilihan anggota DPD, DPR, DPRD serta pilpres dan berambisi menjadi menteri lagi atau pejabat tinggi . Namun yang mungkin penting bagi masyarakat adalah bahwa menteri yang mana pun juga --apalagi jika dari parpol-- harus tetap menunjukkan kesetiaan mereka kepada Presiden Yudhoyono walaupun ada pemilu dan pilpres tahun mendatang karena berasal dari parpol-parpol yang berlainan. Kesetiaan terhadap Presiden yang memimpin saat ini untuk menunjukkan bahwa Kabinet Indonesia Bersatu tetap kompak dan tidak "pecah" karena mereka masih tetap punya tugas untuk mengabdi kepada seluruh rakyat Indonesia . Sementara itu, Syamsir juga patut mendengarkan harapan Indra Piliang, serta Sofian Effendi agar lebih berhati-hati dalam mengeluarkan ucapan apalagi jika menyangkut hal-hal kontroversial , karena rakyat masih menanggung beban kehidupan yang semakin berat akibat kenaikan harga BBM .(*)

Oleh Oleh Arnaz Ferial Firman
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008