Jakarta (ANTARA News) - Hendro Dewanto, anggota tim jaksa penyelidik kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Sjamsul Nursalim, di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa, menyatakan, rekomendasi tim BLBI tidak termuat dalam pengumuman penghentian penyelidikan kasus itu yang dilakukan oleh sejumlah petinggi Kejaksaan Agung. Padahal, dalam rekomendasi itu, tim menyatakan Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim, salah satu obligor BLBI, belum memenuhi kekurangan pemenuhan Jumlah Kewajiban Pemegang Saham (JKPS) sebesar Rp4,758 triliun. "Temuan kita itu tidak pernah disebut," kata Hendro ketika bersaksi untuk perkara yang menjerat jaksa Urip Tri Gunawan. Selain merekomendasikan telah terjadi kekurangan pemenuhan kewajiban pemegang saham, tim juga menyatakan bahwa Menteri Keuangan berhak menagih semua kekurangan, termasuk kekurangan kewajiban pemegang saham Rp4,758 miliar itu. Menurut Hendro, rekomendasi tim untuk perkara Sjamsul Nursalim itu disampaikan pada 25 Februari 2008 kepada Direktur Penyidikan pada bagian Pidana Khusus Kejaksaan Agung yang waktu itu dijabat oleh M. Salim. Rekomendasi juga ditembuskan kepada Kemas Yahya Rahman yang waktu itu menjabat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus). Dua hari setelah penyerahan rekomendasi, Kemas yang didampingi Salim mengumumkan penghentian penyelidikan kasus BLBI yang antara lain menjerat Sjamsul Nursalim. Saat itu Kemas menyatakan, pengembalian hutang telah dilakukan oleh pemegang saham atau penanggung BLBI. Perhitungan nilai aset juga dilakukan oleh auditor independen dengan tidak menyalahi aturan hukum. "Semua telah dilaksanakan dengan ketentuan hukum yang berlaku," kata Kemas saat itu. Dia menyadari telah terjadi penurunan nilai pada saat penjualan aset obligor oleh Badan Penyehatan Perbankan Indonesia (BPPN), sehingga ada selisih yang sangat besar antara nominal kucuran BLBI dengan nominal aset yang diserahkan kepada negara sebagai pembayaran hutang. Penyusutan itu, kata Kemas, merupakan masalah ekonomi yang tidak ada kaitannya dengan pelanggaran hukum. Untuk itu, Jampidsus menyimpulkan, penurunan nilai aset yang diserahkan kepada negara merupakan masalah ekonomi yang menjadi kewenangan Departemen Keuangan. "Ini kami serahkan sepenuhnya kepada Menteri Keuangan," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008