"Memang Pemerintah sejalan untuk menunda, untuk dibahas lebih lanjut lagi di DPR. Memang undang-undang itu kan dibutuhkan ‘public hearing’, pandangan publik tentang hal itu," ujarnya pula.
Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan Pemerintah akan meminta DPR untuk mengkaji kembali beberapa pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang masih menjadi polemik.

"Ada beberapa pasal yang masyarakat anggap kurang pas, soal perzinahan katakanlah, tentu banyak orang berbeda-beda pendapat. Tapi nanti DPR dan Pemerintah mengkaji pandangan-pandangan itu bagaimana," kata Wapres JK, di sela rangkaian acara Sidang Umum PBB, di New York, Amerika Serikat, Selasa (24/9).
Baca juga: Wapres: Indonesia dukung inisiasi Aksi Iklim Berbasis Laut

Wapres mengakui bahwa untuk mengesahkan suatu undang-undang diperlukan adanya masukan atau pandangan masyarakat. Karena itu, Pemerintah sejalan dengan keinginan masyarakat untuk menunda pengesahan beberapa rancangan undang-undang.

"Memang Pemerintah sejalan untuk menunda, untuk dibahas lebih lanjut lagi di DPR. Memang undang-undang itu kan dibutuhkan ‘public hearing’, pandangan publik tentang hal itu," ujarnya pula.
Baca juga: KPK mengidentifikasi 26 persoalan dalam revisi UU KPK

Dalam video keterangan pers yang diterima di Jakarta, Wapres JK mengatakan dirinya terus memantau dan berkomunikasi dengan Presiden Joko Widodo terkait kondisi aksi unjuk rasa di beberapa wilayah di Indonesia.

Demonstrasi yang dilakukan mahasiswa dari sejumlah universitas di Indonesia terjadi pada Senin (23/9) dan Selasa (24/9), sebagai bentuk protes atas RUU KUHP dan UU KPK yang sudah disahkan untuk direvisi.
Baca juga: Bima Arya desak Jokowi keluarkan perpu batalkan revisi UU KPK

Terkait RUU KUHP, Presiden Joko Widodo akhirnya meminta DPR untuk menunda pengesahannya, bersama dengan RUU Pertanahan, RUU Mineral dan Batubara (Minerba) serta RUU Pemasyarakatan (PAS).

"Saya belum tahu karena saya di sini (AS), tapi saya juga berkomunikasi dengan Presiden yang memberikan informasi apa yang terjadi," ujarnya lagi.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019