Jakarta (ANTARA News) - Direktur Institute for Policy Studies (IPS) Fadli Zon menentang adanya intervensi Kongres AS terhadap proses hukum kasus terbunuhnya aktivis HAM Munir dan meminta DPR agar mengusut upaya-upaya intervensi itu. Kepada pers di Jakarta, Senin, Fadli Zon mengungkapkan bahwa setidaknya ada dua surat dari Kongres AS terkait dengan upaya intervensi kasus Munir itu, yakni pada 27 Oktober 2005 dan 3 November 2006. Pada surat pertama yang ditandatangani oleh 50 anggota Kongres AS, katanya, dinyatakan bahwa Kongres AS peduli terhadap HAM dan menaruh perhatian pada pembunuhan dan investigasi kasus Munir. Mereka juga mendukung terbentuknya tim pencari fakta (TPF) kasus Munir demi terselesaikannya kasus itu. Dalam surat itu, Kongres AS secara mendesak juga meminta agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beraksi dan sebagai langkah awal meminta Presiden segera mengumumkan hasil TPF kepada publik. Pada surat yang kedua yang ditandatangani oleh empat anggota Kongres AS dinyatakan bahwa Kongres AS menyatakan kecewa karena penanganan kasus pembunuhan Munir "berjalan di tempat". Mereka meminta lagi agar pemerintah menerbitkan atau mengumumkan laporan TPF dan rekomendasi TPF dapat sepenuhnya dilaksanakan, termasuk pembentukan komisi baru dengan otoritas legal. "Kedua surat ini jelas merupakan intervensi AS yang terlalu dalam ke wilayah hukum dan kedaulatan RI," katanya. Ditegaskannya bahwa cara-cara AS mendikte dalam kasus Munir telah mengganggu kepentingan nasional sehingga pemerintah dan aparat hukum seolah-olah adalah antek kepentingan AS. Dikemukakanya pula bahwa sejumlah anggota Kongres AS yang turut menandatangani petisi kasus Munir tersebut adalah pendukung invasi Irak dan kekerasan serta pelanggaran HAM di penjara Guantanamo, Baghram (Afghanistan) dan Abu Ghuraib (Irak). "Jadi tidak ada hak bagi mereka (AS) untuk berbicara tentang HAM di Indonesia karena tangan mereka lebih berdarah-darah," ujar Fadli Zon. Terkait dengan hal itu, ia meminta DPR untuk mengusut adanya intervensi asing tersebut dalam proses hukum kasus Munir. (*)

Copyright © ANTARA 2008