Jakarta (ANTARA News) - Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP.Migas) mempertimbangkan untuk menggugat balik Indonesian Corruption Watch (ICW) yang melaporkan dugaan penyelewengan minyak senilai Rp194 triliun ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pekan lalu. Kepala BP Migas R Priyono di Jakarta, Selasa menilai, informasi ICW ke sejumlah media massa mengenai dugaan penyelewengan tersebut cenderung tidak akurat dan menyesatkan. "Kami mempelajari dari sisi legal apakah akan menggugat balik ICW atas informasinya yang tidak akurat dan merupakan penyesatan publik," katanya. Ia menambahkan, sampai saat ini, pihaknya belum menerima laporan ICW tersebut. Pada Rabu (9/7), Priyono dan pimpinan BP Migas lainnya dijadwalkan memenuhi panggilan KPK. Menurut Priyono, pihaknya akan menjelaskan secara transparan dan menyeluruh tugas dan fungsi BP Migas termasuk angka produksi, "lifting," "cost recovery," dan juga dugaan korupsi. Deputi Finansial dan Ekonomi BP Migas Eddy Purwanto juga mengatakan, laporan ICW tersebut tidak akurat dan menyesatkan. Menurut dia, ICW menyamakan data produksi dengan "lifting" atau produksi terjual. "Padahal, ada selisih 145 juta barel atau sekitar Rp51 triliun," katanya. ICW, lanjutnya, juga tidak memperhitungkan faktor pengurang berupa pengembalian sejumlah pajak seperti pajak pertambahan nilai (PPN), pajak bumi dan bangunan (PBB), dan pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD). Lembaga itu juga tidak menghitung ongkos (fee) kegiatan hulu dan "fee" kewajiban pasar domestik (DMO). "Total nilai faktor pengurang itu sampai di atas Rp100 triliun. Jika, ditambah lainnya yang merupakan kewenangan Departemen Keuangan, angka Rp194 triliun itu tidak lari ke mana-mana," katanya. ICW, tambahnya, juga meratakan bagi hasil 85:15, padahal lapangan yang mendapat 65:35 dan metoda penghitungan memakai basis aktual yang seharusnya basis tunai. "Intinya, ICW cenderung melakukan penyederhanan penghitungan," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008