Bogor (ANTARA News) - Menteri Pertanian (Mentan), Anton Apriyantono, mengatakan bahwa petani kecil di Indonesia masih sangat bergantung pada tengkulak untuk memperoleh permodalan karena mereka kesulitan mendapat kredit dari perbankan. "Kondisi ini menyebabkan tengkulak menjadi investor utama para petani kecil yang memberikan pinjaman modal dengan cara lebih mudah," kata Anton pada seminar "Prinsip Syari`ah dalam Percepatan Pembangunan Pertanian Organik di Indonesia" di Kampus Magister Manajemen Agribisnis (MMA) Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor, Rabu. Dijelaskannya, tengkulak memberikan pinjaman modal tanpa jaminan meskipun dengan bunga tinggi, sehingga petani kecil menjadi bergantung pada tengkulak. Anton mempertanyakan peran, fungsi, dan keberpihakan perbankan pada petani kecil, yakni petani pemilik lahan sempit serta petani penggarap. Departemen Pertanian (Deptan) telah memperjuangkan permodalan untuk petani kecil melalui sistem perbankan syariah sejak 2005, tapi dalam prosesnya muncul hambatan dari legislatif. "Pada prinsip syari`ah, kredit diberikan tanpa agunan, tapi implementasinya ada aturan agunan yang disyaratkan oleh Bank Indonesia (BI)," katanya. Bahkan, kredit untuk rakyat (KUR) yang besar plafonnya maksimal Rp5 juta dan ditujukan untuk para petani kecil serta UKM (Usaha Kecil dan Menengah), pun ada agunannya sehingga banyak petani kecil yang tidak bisa menyerapnya. Dari kunjungannya ke sejumlah daerah, Anton menemui banyak petani kecil yang mengeluhkan sulitnya memperoleh kredit dari perbankan. Oleh karena itu, ia menyimpulkan, peranan perbankan terhadap pembangunan pertanian masih minim. "Saya harapkan, BI bisa bekerja sama dengan pemerintah untuk membantu kredit tanpa agunan bagi para petani kecil," katanya. Deptan sejak 2007 juga meluncurkan program pengembangan usaha agribisnis pedesaan (PUAP) yang diterapkan di 11.000 desa miskin di seluruh Indonesia, dengan total anggaran Rp1,1 triliun. Program tersebt diterapkan dengan membangun kelembagaan pertanian melalui gabungan kelompok tani (Gapoktan), pendampingan terhadap para petani untuk mengembangkan usaha agribisnis, serta pemberian bantuan permodalan Rp100 juta per desa. "Untuk membangun pertanian di Indonesia, jangan terlalu banyak berpikir dan menimbang, tapi berikan bantuan dengan syarat yang mudah asalkan diawasi secara ketat," katanya. Anton juga menyentil perbankan, agar pemberian kredit dilakukan dengan keimanan, yakni berpandangan positif jika petani diberikan bantuan ia akan mengembalikan bantuan tersebut. Sementara itu, Deputi Gubernur BI, Siti Ch. Fadjriah, mengatakan bahwa perbankan dikelola dengan dasar kepercayaan bukan keyakinan. Karena itu, BI memberikan persyaratan kepada para nasabah perbankan yang menjadi rambu kepercayaan. Pada KUR, kata dia, diberlakukan persyaratan karena tetap harus dikembalikan. "Sumber dana KUR tidak 100 persen dari pemerintah, tapi hanya 70 persen. Sedangkan, 30 persen lainnya bersumber dari nasabah bank," katanya. Dana nasabah tersebut, kata dia, setiap saat harus bisa dicairkan oleh pemiliknya. Jika terjadi kemacetan dana tersebut, maka perbankan yang akan menanggung resikonya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008