Jakarta (ANTARA News) - Presiden dapat mengeluarkan dekrit dalam rangka menyelamatkan negara, jika keberadaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Perubahan atau hasil amandemen dan pelaksanaannya menjurus ke hal-hal yang dapat membahayakan negara, kata politisi Islam, Ridwan Saidi. Hal itu sesuai dengan pasal 9 UUD 1945, yang antara lain menyatakan bahwa presiden dan wapres bersumpah menurut agama untuk memegang teguh UUD dan menjalankan segala undang-undang serta peraturan dengan selurus-lurusnya, serta berbakti kepada nusa dan bangsa, kata tokoh Betawi yang mantan anggota DPR/MPR itu di Jakarta, Ahad. Dalam acara "`Silaturahmi Cendekiawan Indonesia, Refleksi 63 tahun NKRI" yang dihadiri sejumlah tokoh senior seperti Kwik Kian Gie, Tyasno Sudharto, Achadi, Hartojo Winjowijoto, I Gde Djaksa dan Amin Aryoso, Ridwan berpendapat, perubahan UUD 1945 sebanyak empat kali ternyata mengandung pengaturan kelembagaan tinggi negara yang rancu. Ia mengambi contoh kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melebihi presiden dan DPR, sementara itu kewenangan DPR memasuki ranah eksekutif. "Karena itu, berpijak pada pasal 9 UUD 1945, presiden dapat melakukan tindakan penyelematan negara, dalam rangka memegang teguh UUD dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya," ujarnya. Namun demikian, Ridwan Saidi juga berpendapat, Dekrit 5 Juli 1959 yag dikeluarkan Presiden Soekarno tentang kembali kepada UUD 1945 sebenarnya masih tetap berlaku. Oleh karena itu pula, menurut dia, dekrit bisa saja tak perlu dikeluarkan untuk memberlakukan dekrit sebelumnya, karena Keppres 150/1959 masih tetap berlaku dan tidak dikeluarkan dari Lembaran Negara. Akan tetapi, ia menilai, jika dekrit dikeluarkan, maka alasan kuatnya adalah berdasarkan UUD 1945 Perubahan tidak ada lagi lembaga tertinggi negara, karena MPR kini berstatus lembaga negara yang punya kedudukan setara dengan lembaga kepresidenan . Oleh karena itu, dalam kedudukannya sebagai kepala negara, maka presiden berhak mengeluarkan dekrit demi penyelamatan negara, Sedangkan diktum dekrit pun mestinya bersahaja, yaitu menyatakan UUD 1945 Perubahan tidak berlaku, katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008