Surabaya (ANTARA News) - Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya memiliki Guru Besar Ilmu Optika Terpadu yang pertama, yakni Prof Dr rer nat Agus Rubiyanto MEng Sc dari jurusan Fisika, Fakultas Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (F-MIPA) ITS. "Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tanpa sadar telah memanfaatkan teknologi nanofotonik itu, seperti dalam penggunaan handphone, compact disc (CD), laser, dan lain-lainnya," katanya di Surabaya, Selasa. Menjelang pengukuhan dirinya bersama Prof Mardi Santoso PhD dari jurusan Kimia F-MIPA ITS (26/7), guru besar ke-69 ITS Surabaya itu kemungkinan besar juga pertama di Indonesia untuk bidang Ilmu Optika Terpadu. Menurut Rubi, teknologi fotonika sendiri merupakan interaksi antara cahaya dengan materi yang berperan sangat vital bagi pengembangan teknologi komunikasi dan informasi, penerangan, manufaktur, life science, dan kesehatan. "Kalau masyarakat tidak memahami teknologi itu dengan baik, maka bisa jadi akan ada penyalahgunaan teknologi itu akibat ketidaktahuannya dan hal itu bisa membahayakan," kata ayah dua anak itu. Pria kelahiran Surabaya pada 19 Juni 1965 itu mencontohkan penggunaan laser untuk kecantikan kulit. "Masih banyak salon-salon kecantikan di Indonesia yang belum menerapkan prosedur yang benar dalam penggunaan laser. Ada yang belum menggunakan penutup atau pelindung mata untuk pasien yang akan dilaser maupun petugasnya sendiri, padahal laser itu bila frekuensinya cukup besar bisa merusak mata," katanya. Suami Halimah Siwihadi yang saat ini masih menjabat sebagai Deputi Atase Pendidikan RI di Berlin, Jerman itu memaparkan beberapa inovasi teknologi fotonika telah berkembang di masyarakat. Antara lain, pengembangan lampu LED (light emiting diode) yang hemat energi, laser diode sebagai sumber komunikasi optik dengan lalulintas orde terabyte, sumber cahaya UV (ultraviolet) untuk sterilisasi air, laser dengan daya tinggi untuk proses pengelasan dengan presisi yang tinggi, dan quantum optik untuk pengamanan data. Sementara itu, guru besar dalam bidang Ilmu Kimia Organik ITS, Prof Mardi Santoso, yang juga Pembantu Dekan I F-MIPA ITS itu menyatakan bahwa adanya arsitektur molekul organik itu memungkinkan untuk pembuatan zat-zat baru sesuai dengan kebutuhan yang ada. "Dulunya molekul organik didefinisikan hanya dijumpai atau berasal dari makhluk hidup, tapi dalam perkembangannya ternyata molekul organik juga bisa disusun atau direkayasa di dalam laboratorium tanpa harus berasal dari makhluk hidup, sehingga dapat diarahkan untuk kebutuhan, seperti pembuatan zat untuk pewarna hingga untuk pembuatan obat antikanker," katanya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008