Rencana detail selesai pada 2016 dan masuk ke pembahasan RAPBD 2017
Jakarta (ANTARA) - Kepala Bappeda DKI Jakarta Sri Mahendra Satria Wirawan mengatakan proses perencanaan dan penganggaran rehabilitasi rumah dinas Gubernur DKI Jakarta sudah dimulai pada 2015 dan sesuai mekanisme dan prosedur, walau nilainya berbeda.

Rehabilitasi rumah dinas tersebut, ujar Heru saat dihubungi di Jakarta, Selasa, dilakukan melalui mekanisme dan prosedur yang berlaku dengan memperhatikan tingkat kerusakan dan juga menjaga tata kelola pemerintahan yang baik.

"Rencana detail selesai pada 2016 dan masuk ke pembahasan RAPBD 2017. Pada 2 Oktober 2016 rencana renovasi (reparasi) bangunan tua ini disahkan dalam APBD 2017 dengan nilai Rp2,9 miliar," kata Mahendra saat dihubungi di Jakarta, Selasa.

Namun, Mahendra menyebut, rencana itu tidak dilaksanakan di 2017. Lalu, rencana ini direvisi dalam pembahasan RAPBD 2018, namun juga akhirnya pada 2018 tidak jadi dilaksanakan karena arahan dari Gubernur Anies Baswedan agar tidak memprioritaskan renovasi bangunan rumah.

Baca juga: Rehabilitasi Rumdin Gubernur DKI sebagai usaha lestarikan cagar budaya

"Sejak itu, di perencanaan 2018 dan 2019, renovasi (reparasi) tidak dimasukkan dalam rencana. Dalam pembahasan rencana 2020, dimasukkan, karena perbaikan atas kerusakan pada bangunan tua ini mulai makin mendesak," tutur Mahendra.

Sedangkan perencanaan untuk 2020, lanjut Mahendra, dilakukan dengan penyisiran ulang atas kebutuhan reparasi sehingga bisa dilakukan penghematan hingga nilai yang diajukan Rp2,4 miliar.

"Semula, di APBD 2017 dianggarkan Rp2,9 miliar dan setelah dikaji lagi dengan hanya melakukan perbaikan yang memang perlu, maka bisa dihemat menjadi Rp2,4 miliar. Ini artinya, kita berhemat sekitar 20 persen dari anggaran sebelumnya," ujar Mahendra.

Baca juga: PRKP jawab keluhan soal rumitnya persyaratan rumah DP0 Rupiah

Di sisi lain, Kepala Dinas Cipta Karya, Pertanahan dan Tata Ruang (Kadis Citata) Provinsi DKI Jakarta Heru Hermawanto mengatakan rehabilitasi ini juga karena umur bangunan yang tua yang sejak 1916 difungsikan untuk Rumah Dinas Walikota Batavia dan sejak 1949 dimanfaatkan sebagai rumah dinas milik Pemprov DKI Jakarta.

Selama itu telah membuat banyak bagian, khususnya kayu-kayu di bagian atap, mengalami penurunan kualitas yang disebutnya tidak bisa dipertahankan lagi.

"Cagar budaya ini harus terus dirawat, siapapun Gubernur yang menjabat. Apalagi saat ini Gubernur Anies Baswedan dan keluarga tidak tinggal di Rumah Dinas tetapi selalu tinggal di rumah pribadinya, maka proses perbaikan/reparasi menjadi lebih sederhana," ucap Heru menambahkan.

Baca juga: Anies coret anggaran pengadaan lift rumah dinas

Heru dan Mahendra menjamin bahwa semua prosedur dan ketentuan tata kelola pemerintahan yang baik dan benar ditaati dalam menjalankan proses reparasi bangunan cagar budaya ini.

Keduanya juga menekankan, penghematan anggaran hingga sekitar 20 persen adalah hasil dari kajian Pemprov DKI Jakarta atas rencana renovasi yang ada pada APBD 2017.

Sebelumnya, anggaran untuk merehabilitasi rumah dinas Gubernur DKI Jakarta yang diajukan dalam kebijakan umum anggaran-plafon prioritas anggaran sementara (KUA-PPAS) untuk tahun anggaran daerah 2020, mencapai Rp2 miliar.

Jumlah tersebut, disebutkan untuk merehabilitasi rumah dinas tersebut mulai dari rehabilitasi atap, interior, hingga pengecatan.

Baca juga: Dinas Perumahan DKI diminta mendata rusun kosong

Diketahui secara total anggaran yang diajukan untuk rehabilitasi rumah dinas gubernur adalah senilai Rp2,4 miliar dan akan dibahas serta harus disetujui DPRD DKI Jakarta untuk bisa ditindaklanjuti.

Sejak dilantik pada 2017, Gubernur Anies dan keluarganya tidak tinggal di rumah dinas tersebut. Namun, Gubernur Anies memilih tetap tinggal di rumah pribadinya di wilayah Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019