Yogyakarta (ANTARA News) - Korban-korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) pada peristiwa pasca-jajak pendapat di Timor Timur (kini bernama Timor Leste) pada 30 Agustus 1999 tetap terlupakan karena hasil dari pengadilan HAM Ad Hoc tidak memuaskan. "Korban-korban HAM tetap terlupakan karena pada akhirnya, tidak ada satupun terdakwa pada kasus pelanggaran HAM yang dihukum," kata Kepala Pusat Studi HAM dan Demokrasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Romo Martino Sardi, di Yogyakarta, Senin. Putusan pada pengadilan HAM Ad Hoc yang sudah digelar, menurut Martino Sardi, tidak memberikan keadilan kepada korban karena dari semua terdakwa, hanya dua yang dihukum. Kedua terpidana tersebut adalah mantan Gubernur Tim-tim Abilio Jose Osorio Soares dan Wakil Panglima Pasukan Pejuang Integrasi (PPI) Eurico Gutteres, keduanya adalah warga sipil dan terdakwa dari militer bebas. "Setelah naik banding, keduanya pun bebas. Padahal, kejahatan tersebut sungguh-sungguh terjadi dan korbannya pun ada, tetapi tidak ada yang dihukum," katanya. Kesimpulannya, lanjut profesor di Fakultas Hukum UAJY itu, pengadilan HAM Ad Hoc tidak ingin dan tidak mampu memberikan keadilan. "Terdakwa dalam pelanggaran kasus HAM berat, setidaknya terancam hukuman minimal 10 tahun penjara," tegasnya. Martino yang lama menetap di Italia itu pun mempertanyakan pembentukan Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia-Timor Leste. "Mereka adalah korban pelanggaran HAM berat, tetapi mengapa mereka justru diikutkan pelatihan-pelatihan. Dan mengapa yang dibentuk adalah KKP bukan KKK, Komisi Kebenaran dan Keadilan?" tanya Martino Sardi.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008