Jakarta (ANTARA News) - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa dugaan korupsi mendominasi laporan transaksi keuangan mencurigakan (LKTM) yang disampaikan oleh penyedia jasa keuangan (PJK). "Tindak pidana paling banyak yang terkait dengan hasil analisis adalah korupsi," kata Kepala PPATK Yunus Husein di Gedung PPATK Jalan Juanda Jakarta, Kamis. Menurut dia, besarnya hasil analisis yang terkait dengan tindak pidana korupsi tidak lepas dari masih maraknya korupsi di Indonesia dan gencarnya penegak hukum khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kasus-kasus korupsi. "Setelah korupsi, dominasi kedua adalah tindak pidana penipuan menggunakan dokumen atau identitas palsu, dan dominasi ketiga adalah tindak pidana perbankan," jelas Husein. Husein menjelaskan, hingga 30 Juni 2008, PPATK menerima 17.331 LKTM dari 214 PJK, atau jika dihitung per hari maka rata-rata PPTAK menerima 55 LKTM baik dalam bentuk online maupun hard copy. "Setelah dilakukan analisis, dari 17.331 LKTM itu, PPATK telah mengirimkan 570 kasus hasil analisis kepada penegak hukum yaitu Polri dan Kejaksaan Agung untuk ditindaklanjuti," katanya. Ia menyebutkan, atas inisiatif sendiri, PPATK juga telah menyerahkan lebih dari 50 kasus korupsi besar kepada KPK untuk ditindaklanjuti. "Dari sekian banyak kasus yang telah kami sampaikan kepada penegak hukum, terdapat 19 kasus yang sudah diputus dan memiliki kekuatan hukum berdasar UU tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), selain itu juga terdapat kasus yang diputus berdasar UU tentang Tindak Pidana Korupsi, UU tentang Perbankan, dan KUHP," katanya. Sementara itu mengenai realisasi kerjasama dengan berbagai pihak di dalam negeri dalam rangka pertukaran informasi, Yunus menyebutkan, hingga 30 Juni 2008, pihaknya menerima permintaan informasi dari kepolisian sebanyak 300 permintaan, dari KPK sebanyak 200 permintaan, sementara dari kejaksaan hanya sekitar 50 permintaan. "Kejaksaan paling sedikit, mungkin karena kejaksaan sebagai penuntut umum, bukan sebagai penyidik," katanya. Sementara untuk pertukaran informasi dengan pihak luar negeri, Yunus Husein menyebutkan, sudah ada sekitar 230 permintaan informasi baik Indonesia yang meminta kepada asing maupun sebaliknya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008