Jakarta (ANTARA News) - Salah satu anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Imam Anshori Saleh, meminta Pemerintah RI bertindak cepat mengatasi kasus di Kampus "Setia", Jakarta Timur, karena telah ada ancaman warganya untuk meminta suaka politik ke luar negeri. "Kalau sampai minta suaka (politik) itu mencoreng nama bangsa dan negara," katanya kepada ANTARA, di Jakarta, Selasa. Ia mengatakan itu menanggapi pernyataan Staf Humas Kampus Sekolah Tinggi Theologia Arastamar (Setia), Hendrik Tambunan yang menyatakan, kini 1.000 warga kampusnya siap menjadi kloter pertama mencari suaka politik ke Amerika atau Eropa, jika mereka tak diizinkan lagi hidup serta bersekolah di negerinya sendiri. "Ini pernyataan resmi kami atas nama warga kampus "Setia". Jika tidak ada solusi bagi upaya kami turut serta berkehidupan termasuk menikmati pendidikan di negeri sendiri, karena kami tidak boleh bersekolah di Jakarta Timur, itu berarti negara tidak lagi melindungi segenap bangsa Indonesia," kata Juru Bicara Kampus "Setia" itu kepada ANTARA secara terpisah. Ia mengatakan itu setelah pihaknya mempelajari dengan seksama bahwa seakan-akan telah terjadi `pembiaran` atas kasus kampus "Setia" dengan warga Kampung Pulo, Pinang Ranti, Kecamatan Makassar, Jakarta Timur. "Kami punya kampus sendiri, punya sekolah dan tempat tinggal, tetapi kami dilarang pergi ke sana dengan alasan yang tidak jelas, dan Pemerintah beserta aparat keamanan tidak bisa memberikan solusinya, lalu kami mau ke mana? Bukankah suaka politik ke negara yang lebih beradab ada jalan keluarnya yang terbaik," katanya lagi. Hak Asasi Imam Anshori Saleh menilai, lambannya penanganan atas kasus itu, bisa berakibat buruk pada banyak hal, terutama citra Indonesia sebagai sebuah negara demokrasi yang berdasarkan Pancasila. "Masak di negara demokrasi seperti kita yang berdasarkan Pancasila lagi masih ada warga negara yang tidak mendapat perlindungan hak asasi. Ini soal hak asasi orang," katanya dalam nada tinggi. Karena itu, ia meminta semua pihak yang berkompeten, segera memberikan solusi tepat. "Sekali lagi, kalau sampai mereka minta suaka, itu benar-benar mencoreng nama bangsa dan negara," kata mantan jurnalis di sebuah media nasional ini lagi. Ia mengingatkan Pemerintah, agar harus bertindak cepat. "Jangan dilihat jumlahnya yang kecil, tetapi ini menyangkut martabat bangsa," tandas Imam Anshori Saleh. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Hendrik Tambunan bersama sekitar 1.000 warga kampus "Setia", sebagian besar terdiri atas kalangan pria, termasuk dosen dan mahasiswa serta petugas administrasi, kini ditampung di lokasi transito transmigran atau tenaga kerja di Kali Malang, Jakarta Timur. Sementara yang lain terbagi di beberapa lokasi lainnya, juga di rumah-rumah keluarga atau kerabat serta masyarakat lainnya, sejak mereka dievakuasi dari kampusnya di Kampung Pulo tersebut. "Seolah kami ini warga kelas berapa begitu, dan karenanya tidak berhak hidup, menikmati pendidikan dan masa depan di negeri sendiri. Lihat saja keadaannya. Kami sudah sekitar seminggu terlunta-lunta ketiadaan tempat berteduh, padahal kami sesungguhnya punya kampus dan pemukiman, tetapi kami dilarang tinggal di sana," katanya dalam nada tinggi. Karena itu, dia dan kawan-kawannya mengingatkan Pemerintah dan aparat keamanan, agar tegas dalam bertindak serta tidak pilih kasih. "Seandainya situasinya terus saja menggantung dan tidak ada sikap tegas Pemerintah bersama aparat keamanan di Indonesia, berarti ini pertanda suatu keadaan yang berbahaya bagi kehidupan sesama bangsa. Kami sudah mulai melakukan lobi dan kontak-kontak resmi untuk mencari suaka politik," ujarnya. Bebeberapa perwakilan negara asing di Indonesia pun, katanya, sudah memberikan peluang untuk itu. "Kita semua lihat saja nanti sampai di mana ujung persoalan ini. Kami terus akan berusaha semaksimal mungkin mengedepankan cara-cara dialog persuasif berlandaskan kasih dan norma-norma Pancasila," katanya lagi. Yang jelas, lanjut Hendrik Tambunan, dari sekitar 2.000 warga kampusnya, sudah siap 1.000 di antaranya sebagai kloter pertama pencari suaka politik, tanpa menyebut negara-negara mana saja targetnya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008