Makassar (ANTARA News) - Dewan Pers merancang pola standarisasi perusahaan media, agar wartawan yang menjalankan kegiatan jurnalistiknya adalah mereka yang benar-benar tergolong wartawan profesional, kata Anggota Dewan Pers, Bekti Nugroho. Dewan Pers, menurut Bekti Nugroho saat hadir dalam diskusi bertema "Lawan Kriminalisasi Pers, Tegakkan Etika Jurnalistik" berkaitan dengan 14 Tahun Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di Makassar, Senin, merupakan suatu lembaga yang memiliki peran terkait dengan etika jurnalistik. Dewan Pers yang memiliki salah satu fungsinya sebagai lembaga etis itu, katanya, berwenang untuk memberikan penilaian terhadap penerapan kode etik jurnalistik oleh wartawan. Bakti mengakui, saat ini sudah banyak penerbitan pers/media tumbuh semakin pesat dan tidak dapat dipungkiri bila ada wartawan yang berperilaku di luar jalur etika jurnalistik. Oleh karena itu, ia mengemukakan, adanya standarisasi perusahaan media dapat diharapkan wartawan yang bekerja pada media profesional dapat menjaga citra dan martabat profesi jurnalismenya. "Dewan Pers adalah lembaga etik. Yang namanya etika itu sangat dekat dengan penilaian masyarakat. Dalam tatanan kehidupan masyarakat, maka bila ingin berjalan secara baik, diperlukan ketertiban. Untuk mengatur ini, perlu ada aturan yang jelas," kata Bekti. Penerapan standarisasi media, menurut dia, akan mengambil contoh pola standarisasi organisasi pers yang keanggotaannya minimal harus mencapai 500 orang dan memiliki perwakilan sedikit-dikitnya di 10 propinsi. Sementara itu, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Sinansari Ecip, yang juga hadir dalam diskusi itu tidak memungkiri bila perusahaan media yang muncul semakin menjamur. Ia pun berharap perlu adanya pemilahan media. "Kita perlu membedakan mana media yang sifatnya hanya sebatas partisan dan independen," ujarnya. Menurut dia, media-media yang fokus pemberitaannya pada satu aspek, misalnya tabloid yang diterbitkan partai dan mainstream-nya hanya bergulat sekitar kegiatan partai tersebut, maka dapat dikategorikan sebagai media partisan. "Kenapa? Karena, media partisan itu hanya memperjuangkan kepentingan golongan mereka, bukan umum," ujar Ecip. Ia mengemukakan bahwa hal tersebut berbeda dengan media independen. "Media yang dikatakan independen adalah media yang muatan beritanya umum, global dan mainstream-nya bukan pada satu golongan saja," ujarnya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008