Jambi (ANTARA News) - Seno (50), petani sayur korban tertabrak pesawat Sriwijaya Air yang tergelincir saat mendarat di Bandara Sultan Thaha Jambi pada Rabu sore (27/8) sekitar pukul 16:45 WIB, terpaksa kaki kiri dan tangan kananya di amputasi, karena mengalami luka remuk cukup parah. Humas Rumah Sakit Asia Medika Jambi, Hendra Novera, Kamis mengakui, amputasi kaki kiri dan tangan kanan korban terpaksa dilakukan tim medis untuk menyelamatkan jiwa korban. Tim medis RS Asia Medika yang menangani para korban pesawat Sriwijaya Air jenis Boeing 747-200 dengan register PKCJG SJ 062 itu, melakukan tindakan amputasi itu pada Kamis pagi setelah mendapat persetujuan dari keluarga korban. Sementara isteri korban Pasri (40) hanya mengalami luka ringan di bagian kepala, sedangkan anaknya bernama Rahmat Sadikin (4 tahun) juga mengalami luka parah masih dalam perawatan intensif di ruangan ICU rumah sakit tersebut. Saat kejadian pesawat tergelincir itu mereka sedang mencuci sayur hasil panen di lahan kebun sayur berjarak 200 meter dari landasan pacu bandara sepanjang 2.200 meter itu. "Kami anak beranak terkejut dan sulit menghindari ketika pesawat tergelincir itu mengarah kepada kami," ungkap Pasri, isteri korban. Pesawat berpenumpang 123 orang dari Jakarta saat mendarat hujan lebat sedang berlangsung. Rumah sakit tersebut masih merawat 13 penumpang atau rawat inap korban karena mengalami luka-luka, sedang 13 penumpang lainnya diperbolehkan pulang ke rumah atau berobat jalan dan semua korban yang mengalami luka-luka adalah warga Jambi. Namun tidak ada korban jiwa dalam kecelakaan pesawat yang sudah berusia "ujur" itu atau buatan perusahaan Boeing pada tahun 1986. Pesawat Sriwijaja dengan kapten pilot M Basuki dan co pilot Hendri tergelincir hingga 200 meter ke luar landasan, mengalami kerusakan parah bagian sayap kanan dan dua unit mesih jatuh. Kepala Bandara Sultan Thaha Jambi, Basuki Mardianto setelah membesuk para korban di rumah sakit tersebut, mengatakan sehari sebelum kejadian itu, pihaknya telah mengumpulkan ratusan warga yang memanfaatkan areal bandara sekiar landasan untuk bercocok tanam agar meninggalkan lahan itu. Sebab selain membahayakan keselamatan penerbangan juga berbahaya bagi mereka (petani) itu sendiri. "Akhirnya kan terbukti petani satu keluarga tersebut terkena musibah, meskin musibah itu tidak kita inginkan," ujarnya. Pengelola Bandara Sultan Thaha dengan kejadian itu terpaksa merelokasi semua warga yang bercocok tanam di lahan sekitar landasan dengan berkoordinasi dengan Pemko Jambi.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008