Jakarta (ANTARA News) - Target pemerintah untuk menurunkan tingkat kemiskinan dan pengangguran pada RAPBN 2009 sulit tercapai jika pertumbuhan industri tetap mengalami stagnan. "Pertumbuhan dari sektor tradable (pertanian, pertambangan, industri) khususnya industri mengalami stagnan. Padahal sektor ini menjadi yang diandalkan untuk dapat menyerap banyak tenaga kerja," kata peneliti Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E-LIPI), Latif Adam, di Jakarta, Kamis. Menurut dia, jumlah pengangguran justru akan mencapai sembilan persen, lebih besar 0,5 persen dari apa yang telah dicapai saat ini yang mencapai 8,5 persen. Sedangkan target penurunan pengangguran pemerintah pada 2009 nanti justru mencapai tujuh hingga delapan persen. Sementara itu, dia mengatakan, untuk pengurangan kemiskinan justru akan semakin sulit dicapai mengingat target yang ditetapkan cukup jauh yakni 12 hingga 14 persen, sedangkan pada Maret 2008 angka kemiskinan mencapai 15,4 persen. Sulitnya mencapai target-target yang telah ditetapkan tersebut, menurut dia, karena daya serap yang kecil di sektor tradable tadi. Saat ini penyerapan tenaga kerja justru terjadi pada sektor non-tradable yakni, listrik, gas, air minum, konstruksi, perdagangan, hotel, restoran, transportasi, komunikasi, keuangan, dan jasa. Namun yang menjadi permasalahan, menurut dia, daya serap sektor tersebut baik tetapi kualitas dari tenaga kerjanya tidak begitu baik mengingat kebanyakan dari tenaga kerja tidak bekerja di sektor formal. Sehingga, menurut dia, ada pertentangan antara jumlah kemiskinan dan pengangguran. Angka pengangguran akan menurun tetapi kemiskinan justru meningkat karena yang dikhawatirkan penyerapan tenaga kerja terjadi justru pada sektor informal dengan skill yang rendah. "Setengah dari kemiskinan di Indonesia adalah orang yang bekerja, target angka penurunan kemiskinan tidak tercapai kalau postur perekonominya tetap seperti ini," ujar dia. Dia mengatakan, saat ini 70 persen pekerja ada di sektor informal, dan akan lebih banyak lagi jika pedagang asongan juga dihitung. Namun jelas hal tersebut membuat perekonomian tidak sehat.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008