PT Pertamina (Persero) agaknya mengambil risiko dengan mengeluarkan kebijakan yang tidak populer. Pada 25 Agustus 2008 atau hanya dua minggu sebelum memasuki bulan puasa, BUMN itu menaikkan harga elpiji kemasan 12 kg. Kenaikan harga bahan bakar yang penggunaannya makin meluas dan dilakukan menjelang bulan suci yang konsumsinya cenderung meningkat telah menimbulkan protes khususnya ibu rumah tangga di mana-mana. Apalagi, penyesuaian harga hanya berjarak kurang dari dua bulan sejak kenaikan terakhir kalinya pada 1 Juli 2008. Mulai 25 Agustus 2008, bahan bakar yang kini telah menggantikan posisi minyak tanah tersebut mengalami kenaikan harga 9,5 persen dari Rp5.250 per kg menjadi Rp5.750 per kg. Sebelumnya, per 1 Juli 2008, harga elpiji 12 kg sudah naik dari Rp4.250 menjadi Rp5.250 per kg. Tidak hanya itu, Pertamina juga berencana menaikkan harga elpiji 12 kg sebesar Rp500 per bulan sampai harga sesuai keekonomian yang sekarang ini mencapai Rp11.400 per kg. Pengamat energi Pri Agung Rakhmanto menilai kenaikan harga elpiji 12 kg saat menjelang puasa sekarang ini tidaklah tepat. "Meskipun, argumen harga menuju keekonomian mungkin saja tepat," katanya. Hal yang sama dikemukakan Ketua Komisi VII DPR Airlangga Hartarto. Pertamina boleh saja menaikkan harga elpiji dengan alasan menutup kerugian. Hanya saja, lanjutnya, waktu penyesuaian yang dilakukan tidak lama setelah kenaikan harga BBM dan juga elpiji 12 kg plus menjelang puasa tidaklah tepat. Menanggapi hal itu, Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Achmad Faisal mengungkapkan, Pertamina tidak mungkin terus menerus menanggung kerugian dalam bisnis elpiji, sehingga terpaksa mengambil kebijakan tidak populer tersebut. BUMN tersebut merugi Rp6,5 triliun per tahun dalam bisnis elpiji. Tercatat, rata-rata elpiji di pasar internasional tahun 2008 sudah mencapai 858 dolar AS per ton. Ia juga mengatakan, kenaikan harga elpiji juga akan menepis tudingan monopoli sejumlah pihak termasuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Dengan harga elpiji sesuai keekonomian, maka pelaku usaha lain selain Pertamina diharapkan akan masuk. Anggota Komisi VII DPR Alvin Lie menyoroti, perbedaan harga yang cukup jauh antara elpiji 12 kg dan 3 kg rawan menimbulkan peralihan. Harga baru elpiji 12 kg adalah Rp5.750 per kg, sedang kemasan 3 kg tetap Rp4.750 per kg. Perbedaan harga hingga Rp2.000 per kg tersebut akan membuat konsumen 12 kg ramai-ramai beralih ke 3 kg. Kekhawatiran yang sama disampaikan Anggota Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi. Ia berpendapat, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan guna mencegah peralihan konsumen pengguna tabung 12 kg ke 3 kg. Sedang, Komite Indonesia untuk Pengawasan dan Penghematan Energi (Kipper) meminta aparat kepolisian juga mengawasi secara ketat distribusi elpiji 3 kg. "Kalau perlu polisi memeriksa kebenaran atau keabsahan order elpijinya," kata Sekjen Kipper Sofyano Zakaria. Menurut dia, program konversi minyak tanah ke elpiji 3 kg tidak boleh terganggu karena terbukti mampu menghemat subsidi BBM. Hitungan Kipper, penghematan subsidi BBM di wilayah DKI Jakarta mencapai Rp471,5 miliar per bulan atau Rp5,6 triliun per tahun. Sofyano juga berpendapat, guna mencegah peralihan, Pertamina sebenarnya sudah bisa menjalankan distribusi tertutup melalui pemakaian kartu kendali bagi pengguna elpiji 3 kg. Sebab, Pertamina telah memiliki data yang valid tentang siapa dan jumlah penerima paket program konversi minyak tanah ke elpiji 3 kg. Pri yang juga Direktur Eksekutif ReforMiner Institute mengatakan, kenaikan harga elpiji yang terus menerus menunjukkan Pertamina dan pemerintah tidak sensitif dan hanya memikirkan kepentingan sendiri. Tidak seharusnya Departemen ESDM lepas tangan, karena struktur pasar elpiji masih monopoli alamiah yakni hanya ada satu pelaku yakni Pertamina. "Semestinya, pemerintah mengatur harga elpiji sampai pasar benar-benar terbuka bagi pemain lain," ujarnya. Namun, pemerintah menyatakan tidak mengatur harga elpiji 12 kg dan menyerahkan kepada mekanisme pasar. "Elpiji 12 kg tidak mendapat subsidi pemerintah, jadi diatur mereka sendiri," kata Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro. Sesuai aturan, elpiji 12 kg memang termasuk jenis bahan bakar umum yang tidak mendapat subsidi. Sedang, jenis bahan bakar tertentu yang mendapat subsidi hanyalah premium, minyak tanah, solar dan elpiji 3 kg. Pemerintah, lanjut Purnomo, hanya meminta kesadaran konsumen elpiji 12 kg tidak beralih ke 3 kg. "Kondisinya sama dengan BBM subsidi dan nonsubsidi. Berpulang kepada kesadaran masyarakat bahwa pemerintah hanya memberikan subsidi kepada masyarakat yang memang berhak," katanya. Faisal juga mengatakan, sejak kenaikan harga elpiji 12 kg pada pekan lalu, belum ada peralihan konsumen elpiji 12 kg ke 3 kg. "Kalaupun beralih, hanya dalam skala kecil," tambahnya. Menurut dia, sampai saat ini, penjualan elpiji 3 kg di wilayah konversi di Jawa dan Sumatera tidak berubah yakni tetap 3.000 ton per hari. "Mungkin masyarakat sudah sadar tidak boleh pindah ke 3 kg. Tapi, memang masyarakat kaya mestinya malu mengambil jatah 3 kg," ujarnya. Meski demikian, Pertamina akan menjamin pasokan 3 kg kalau memang terjadi peralihan tersebut. Faisal mengatakan, pihaknya telah meminta stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBBG) mempercepat pengisian kembali tabung-tabung elpiji. Selain itu, sebanyak empat SPBBG yang berlokasi di Bekasi sebanyak dua unit, Purwakarta satu unit, dan satu unit lainnya di Tangerang akan segera beroperasi. "Kami juga akan buka depot secara nonstop selama 24 jam 7 hari seminggu guna melayani masyarakat," katanya. Ia melanjutkan, meski berencana menaikkan elpiji 12 kg sebesar Rp500 per kg setiap bulan hingga harga keekonomian, namun selama puasa hingga lebaran mendatang, tidak akan dilakukan. "Kami lihat situasi di masyarakat dulu," janjinya. BUMN itu juga menjamin, pasokan elpiji dan juga BBM dalam kondisi aman selama puasa hingga lebaran mendatang. Deputi Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya mengatakan, pihaknya akan mempertahankan stok BBM nasional dalam 20 hari dan elpiji selama 19 hari. Sekarang ini, stok BBM jenis premium 16,4 hari, minyak tanah 20,5 hari, dan solar 23,3 hari, serta elpiji 19,8 hari. Menurut dia, saat awal-awal puasa, konsumsi BBM dan elpiji secara umum tidak mengalami lonjakan. Hanya saja, beberapa hari menjelang lebaran hingga sesudahnya, kebutuhan BBM khususnya premium meningkat 10-12 persen. Hanung juga menambahkan, saat menjelang lebaran, konsumsi BBM dan elpiji di wilayah Jabodetabek menurun drastis. Sementara, daerah Jateng dan Jatim melonjak cukup tajam. Khusus elpiji, lanjutnya, pasokan di Jakarta bisa turun hingga 70 persen. Pada kondisi normal, kebutuhan elpiji 3 kg di Jakarta mencapai 800 ton per hari dan 12 kg sebanyak 1.100 ton per hari. Namun, konsumsi elpiji di Jateng dan Jatim sebaliknya mengalami kenaikan antara 10-12 persen. "Perubahan konsumsi BBM dan elpiji itu dikarenakan banyak warga Jabodetabek yang mudik," katanya. (*)

Oleh Oleh Kelik Dewanto
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008