Bengkulu (ANTARA News) - Kepala Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Bengkulu Bambang Sarjana mengingatkan pejabat negara untuk tidak menerima gratifikasi dengan sebutan "parcel" menjelang lebaran tahun ini, karena hal itu melanggar UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. "UU tersebut dengan jelas melarang PNS (pegawai negeri sipil) menerima pemberian dalam arti luas bisa berupa uang, komisi, tiket perjalanan, biaya penginapan, termasuk parcel," kata Bambang di Bengkulu, Senin. Bambang menjelaskan, gratifikasi tidak dibatasi nilainya, karena itu pemberian dalam bentuk apapun tidak dibenarkan. Apabila pejabat negara menerima pemberian yang dimaksud, wajib melaporkan ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). "Kalau sudah terlanjur menerima maka wajib dilaporkan ke KPK, setelah ada laporan KPK akan merekomendasikan apakah pemberian itu bisa dimiliki si penerima atau harus dikembalikan atau yang lain," tambahnya. Pengalaman gratifikasi, katanya, pernah dialami Kepala BPKP DKI Jakarta dan dilaporkan ke KPK. Dari hasil laporan tersebut KPK merekomendasikan agar diserahkan kepada yayasan. Menerima gratifikasi tanpa melaporkan kepada KPK sama dengan menerima suap, karena itu, ia mengimbau agar penerimaan itu segera dilaporkan kepada KPK 30 hari sejak penerimaan gratifikasi. Bambang menjelaskan, teknis pelaporan gratifikasi ke KPK dilakukan dengan mengisi formulir yang dilengkapi data nama dan alamat lengkap penerima, tempat dan waktu penerimaan gratifikasi, serta jenis dan nilainya. Untuk meminimalkan kasus gratifikasi yang berujung pada tindak pidana Bambang mengimbau agar Gubernur Bengkulu mengeluarkan edaran untuk mengingatkan pejabat daerah agar tidak menerima parcel. "Sudah banyak kasus yang terungkap dan seharusnya ini menjadi pelajaran bagi penjabat negara yang menerima gratifikasi," ujarnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008