Semarang (ANTARA News) - Kegagalan proyek varietas padi Supertoy HL2 dapat menjadi "senjata ampuh" bagi lawan politik untuk menekan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Menurut Drs Warsito, SU, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Diponegoro (Undip) Semarang di Semarang, Selasa, kasus Supertoy sebuah prestasi buruk yang dapat dimanfaatkan lawan politik untuk menjatuhkan pamor SBY dan Partai Demokrat di mata masyarakat. Dalam politik menjadi hal yang wajar bagi oposisi untuk meraih simpati rakyat dengan mengangkat masalah yang sedang dihadapi rezim yang berkuasa. Apalagi dalam kasus Supertoy yang menjadi korban adalah petani dan masyarakat kecil yang benar-benar memimpikan sosok pemimpin yang memerhatikan nasib mereka. Ia menilai kasus ini sebagai salah satu ketidakefektifan kebijakan yang diambil Presiden dalam pelaksanaan tugas di kabinet. Tidak ada koordinasi yang efektif dalam lembaga kepresidenan, baik staf maupun kabinetnya. Proyek padi Supertoy HL2 ini dikoordinasikan oleh PT Sarana Harapan Indopangan (SHI). Staf Khusus Presiden SBY, Heru Lelono, menjadi komisaris di perusahaan ini. Singkatan HL2 pada nama padi Supertoy disinyalir sebagai singkatan nama Heru Lelono. Kegagalan panen padi varietas Supertoy HL-2 di Purworejo, Jawa Tengah dan Madiun, Jawa Timur yang sebelumnya dipromosikan dengan SBY, menimbulkan kemarahan petani yang ternyata mengalami gagal panen. Sebelumnya sudah ada dua proyek besar yang digarap staf Presiden, tapi gagal. Proyek Gula Aren di Manado dan Blue Energy yang saat itu ditangani Djoko Suprapto dan Heru Lelono juga gagal total. Ketika masalah seperti ini muncul, otomatis yang paling utama disalahkan adalah Presiden. Sedangkan badan-badan yang dibentuk untuk membantu kinerja Presiden dalam menjalankan pemerintahan cenderung saling tuding dan mencari kambing hitam. Menurut Warsito, rentetan kasus yang mendera kepemimpinan Presiden SBY yang bersumber dari kinerja buruk staf dan kabinetnya pantas dicurigai. Ia melihat ada kemungkinan hadirnya kelompok-kelompok yang berkepentingan memanfaatkan proyek-proyek itu untuk keuntungan pribadi. Selain itu, hal ini dapat menimbulkan pemikiran adanya intervensi kepentingan politik dengan prestasi buruk kabinet SBY. "Inilah yang menjadi kelemahan sistem pemerintahan presidensial dengan kondisi multipartai dengan sistem dukungan yang kuat di tingkat partai. Ideologi dan kepentingan politk berpengaruh terhadap kinerja kabinet, apalagi menjelang pemilu seperti ini," katanya. Sebaliknya jika pemerintahan dibentuk dari sebuah sistem koalisi permanen maka akan kecil kemungkinan terjadinya intrik-intrik politik dalam pelaksanaan tugas negara, situasi yang tidak hanya merugikan kelompok atau pribadi tertentu tapi ketika rakyat juga yang menjadi korban ini sangat menyedihkan, katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008