Jakarta (ANTARA News) - Pembelaan atau eksepsi yang disampaikan terdakwa kasus pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir, Muchdi Pr, ditolak majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. "Eksepsi tidak dapat diterima, karena itu surat dakwaan sah menurut hukum dan peradilan harus dilanjutkan," kata pimpinan majelis hakim, Suharto, dalam sidang lanjutan dengan agenda pembacaan putusan sela, di Jakarta, Selasa. Majelis hakim juga menyatakan PN Jaksel berwenang menangani perkara itu, dan sudah sesuai karena lokasi kasus (locus de lictie) di kantor Badan Intelijen Negara (BIN), Jakarta Selatan. Kemudian tujuh orang saksi dalam perkara itu bertempat tinggal di wilayah Jakarta Selatan. "Saksi bertempat tinggal di Jaksel," kata Suharto. Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Muchdi dengan Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP jo Pasal 340 KUHP, dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 340 KUHP. Dalam nota keberatan Muchdi, disebutkan, penyidikan, penuntutan, dan peradilan atas perkara pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir di bawah tekanan politik internasional dan nasional. "Tekanan politik internasional terbukti dari adanya surat-surat yang dikirim oleh `Kongres Amerika Serikat` kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono," kata tim kuasa hukum Muchdi Pr yang dipimpin Wirawan Adnan, dalam pembacaan nota keberatan Muchdi Pr di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, seminggu sebelumnya. Nota keberatan itu juga menyebutkan surat dari Kongres AS itu terjadi pada 27 Oktober 2005 dan 3 November 2006, surat itu ditandatangani oleh 50 anggota Kongres AS. Kongres Amerika itu menuntut agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan respon atas isi surat itu dengan mengaitkan pengusutan perkara Munir terhadap penguatan demokrasi di Indonesia. "Tekanan politik internasional juga ditunjukkan oleh Parlemen Eropa yang dalam deklarasinya mempertanyakan mengapa hanya Polycarpus seorang saja yang diajukan ke pengadilan," katanya. Kemudian, pihak-pihak tertentu di dalam negeri telah mendakwa sekaligus memvonis Muchdi Pr sebagai aktor intelektual atas meninggalnya Munir.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008