Jakarta (ANTARA News) - Nama Triyono Wibowo hampir tidak disebut-sebut ketika tujuh bulan lalu jabatan wakil Menteri Luar Negeri menjadi bahan perbincangan hangat. Oleh karena itu, tidak banyak yang menduga jika diplomat karir yang sangat menyukai aktivitas di luar ruangan itu kemudian ditunjuk untuk mengisi jabatan bergengsi itu. Melalui SK No. 87/M tahun 2008, tanggal 28 Agustus 2008 setelah melalui proses seleksi dan atas pertimbangan yang menyeluruh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara resmi menunjuk Triyono Wibowo sebagai Wakil Menlu RI yang pertama menyingkirkan sejumlah nama lain yang sempat mengemuka. Sekalipun namanya mungkin belum banyak dikenal publik dalam negeri, akan tetapi sepak terjang ayah tiga anak itu dalam diplomasi luar negeri sudah diakui oleh kalangan internasional. Sebelum diangkat sebagai Wakil Menlu, Triyono Wibowo adalah Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Republik Austria merangkap Republik Slovenia dan untuk Perwakilan PBB berkedudukan di Wina, termasuk Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), dan juga untuk Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC). Suami dari Moelik Farida Wibowo itu merupakan pejabat karir Deplu yang memiliki pengalaman penugasan yang lengkap, baik di Deplu pusat maupun di luar negeri sejak 1980. Sebelum bertugas sebagai Dubes di Wina, lulusan Fakultas Hukum Universitas Airlangga itu adalah Staf Ahli Menlu Bidang Manajemen Departemen, Kepala Biro Kepegawaian serta Sekretaris Direktorat Jenderal Amerika dan Eropa Deplu . Ayah dari Fitria A.H. Wimurti, Reza A. Widamahendra, dan Rizky A. Winanda itu sebelumnya juga pernah bertugas sebagai "Minister Counsellor" pada KBRI di Washington D.C. (1999-2002), staf bidang ekonomi (Sekretaris 1) pada Perwakilan Tetap RI di New York (1991-1995) dan staf Bidang Politik-Ekonomi (Sekretaris 3) pada KBRI Wina (1985 -1988). Penunjukan Triyono sebagai wakil Menlu disambut hangat berbagai kalangan. Ketua Komisi I DPR RI, Theo L Sambuaga (Fraksi Partai Golkar) menilai pengangkatan Triyono Wibowo akan semakin memantapkan tugas Deplu RI secara keseluruhan dalam melaksanakan diplomasi guna kepentingan nasional yang lebih elegan. "Jelasnya, di antara diplomat senior, dia (Triyono) termasuk baik, memiliki spesialisasi manajemen dan diplomasi perekonomian," katanya. Karena itu, Theo Sambuaga dkk di Komisi I DPR RI (yang membidangi masalah-masalah luar negeri, pertahanan dan keamanan serta intelijen), mengharapkan, Triyono Wibowo mampu mengemban amanat yang diberikan kepadanya. "Saya pikir beliau sanggup untuk itu. Sebab, saya kira jabatan itu bukan jabatan politis, tapi eselon satu plus. Jadi jabatan karier yang cocok untuk yang bersangkutan. Apalagi umurnya baru 50-an," ujarnya. Bukan jabatan politis Terpilihnya Triyono juga seakan mempertegas pernyataan Menlu Hassan Wirajuda bahwa posisi wakil Menlu bukan jabatan politis, tapi jabatan struktural karena jabatan wakil Menlu bukan hanya untuk pemerintahan kabinet saat ini, namun juga pemerintahan pada masa mendatang. Menurut Hassan, posisi jabatan Wakil Menlu diadakan berdasarkan adanya peningkatan aktivitas Menlu ke beberapa negara dalam rangka meningkatkan diplomasi luar negeri RI. Sebagai perbandingan, lanjut Menlu, sejumlah negara Uni Eropa yang terdiri dari 27 negara juga telah memiliki Wakil Menlu dalam tiga sampai empat tahun terakhir. Bahkan dalam satu tahun terakhir, katanya, Jepang dan China juga telah memiliki Wakil Menlu masing-masing lima dan empat orang. Menlu menegaskan, Wakil Menlu tidak akan mengakibatkan tumpang tindih tugas Menlu dan Wakilnya. Sebaliknya, jabatan Wakil Menlu sangat penting dan mendesak mengingat dalam diplomasi luar negeri, dikenal prinsip kesepadanan. "Jadi kalau Menlu suatu negara hanya ditemui atau diterima oleh Sekjen atau Dirjen, maka itu melanggar prinsip kesepadanan karena mungkin saja mereka merasa dilecehkan. Jadi, ada beberapa hal dalam diplomasi luar negeri yang tidak bisa saya delegasikan langsung kepada Sekjen atau Dirjen," katanya. Sementara itu Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan menilai pembentukan jabatan Wakil Menlu oleh Presiden Yudhoyono merupakan suatu hal yang biasa dalam sistem presidensial, namun Presiden disarankan memberikan penjelasan yang komprehensif mengenai hal itu. "Dalam sistem presidensial hal seperti itu (pembentukan wakil Menlu) merupakan hal yang sah. Presiden bebas untuk mengatur kabinetnya," katanya. Pada jaman dahulu, tambah Anis, juga telah ada jabatan seperti itu yang disebutnya dengan menteri muda. "Yang diperlukan hanya harus ada penjelasan yang komprehensif dari presiden mengenai hal itu," kata Anies. Menurut Anies, soal jabatan wakil menlu atau menteri muda hanya merupakan soal penamaan saja. Namun, inovasi-inovasi seperti ini justru harus terus dilakukan. Anis membantah kekhawatiran akan adanya dua nakhoda dalam politik luar negeri Indonesia karena adanya Menlu dan Wakil Menlu. "Kita harus mulai berfikir dengan sistem presidensial. Ke depan presiden bisa membuat inovasi-inovasi baru lebih awal di awal masa jabatannya bukan seperti saat ini di pertengahan (bahkan akhir) jabatannya," kata Anies. Sementara itu, melalui Peraturan Presiden No 20 dan No 21 tahun 2008, tertanggal 10 Maret 2008, Presiden telah memutuskan jabatan Wakil Menlu sebagai bagian dari upaya menyempurnakan struktur organisasi Deplu. Dengan adanya posisi Wakil Menlu diharapkan organisasi Deplu dapat menjadi lebih efektif dalam menjalankan misi, tugas, dan tanggung jawab penyelenggaraan politik dan hubungan luar negeri yang dibebankan padanya. (*)

Oleh Oleh Gusti NC Aryani
Copyright © ANTARA 2008