Jakarta (ANTARA) - Postur anggaran penataan trotoar dalam dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta tahun 2020 dinilai belum pro terhadap masyarakat.

Hal tersebut, kata anggota komisi D DPRD DKI Jakarta Yuke Yurike di Jakarta, Kamis, karena penataan trotoar itu terus dilakukan setiap tahun tanpa ada konsep penataan secara menyeluruh, yang terlihat dalam pembahasan KUA-PPAS belakangan ini, banyak kegiatan anggaran yang belum terkoordinasi dengan baik antara masing-masing perangkat daerah.

"Seperti penataan trotoar yang di dalamnya terdapat saluran air, utilitas, penghijauan dan parkir. Termasuk untuk Pedagang Kaki Lima (PKL)," kata Yuke.

Yuke menyebutkan bahwa dalam pemaparan kajian penataan trotoar yang dilakukan Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta, Harri Nugroho pada Senin (11/11) lalu dalam pembahasan KUA-PPAS, belum terlihat adanya kordinasi antar pemilik utilitas.

Untuk utilitas dan saluran air, kata Yuke, Dinas Bina Marga sudah menyediakan lubang perbaikan utilisas (manhole) dan menjamin tidak akan ada bongkar pasang di trotoar yang sudah ditata lagi nantinya, padahal banyak pemilik utilitas belum bekerjasama menggunakan utilitas yang disediakan Pemprov, karena memang masih dalam tahap "forum group discusion" dan perencanaan nota kesepahaman (MoU), termasuk rencana revisi peraturan daerah (perda) utilitas.

"Hal ini idealnya dibereskan semuanya dulu sehingga begitu selesai penataan trotoar dan jalan, aturan mainnya untuk hal-hal yang terintegrasi bisa langsung berjalan," kata Yuke.

Baca juga: Enam area akan miliki trotoar "complete street"
Baca juga: Ini alasan Dinas Bina Marga DKI pertahankan JPO Sudirman


Kemudian, lanjut dia, ketika Komisi D berkunjung ke penataan trotoar Cikini, Jakarta Pusat, banyak kendaraan parkir di badan jalan dan berdampak terhadap kemacetan lantaran penataan trotoar sendiri sudah memakan dua lajur jalan dan menyisakan dua lajur jalan "existing:.

"Saya berkali-kali bertanya bagaimana konsep penataan trotoar secara keseluruhan? Bagaimana utilitas untuk trotoarnya kecil? Bagaimana penataan parkir dan sebagainya. Jawabannya masih sangat belum memuaskan," kata Yuke.

Yuke menjelaskan, penataan trotoar itu banyak melibatkan sektor perangkat daerah lainnya. Misalnya saja untuk saluran air ada di Dinas Sumber Daya Air (SDA).

Kemudian parkir ada di dinas Perhubungan lalu pohon di dinas pertamanan dan kehutanan, ditambah pemilik utilitas kabel telkom, PLN dan sebagainya.

Artinya, kata Yuke, semua perangkat daerah yang terlibat dalam penataan trotoar tidak boleh saling ego sektoral, harus saling terkoordinasi agar tidak ada kegiatan tambal sulam penaatan trotoar dan masyarakat akhirnya dapat benar benar merasakan bahwa kegiatan penataan trotoar itu tepat sasaran.

"Perbaikan trotoar setiap tahun anggaran itu paling kelihatan di masyarakat. Wajar kalau trotoar dikenal sebagai kegiatan tambal sulam karena tidak tepat sasaran," katanya.

Baca juga: Dinas Bina Marga DKI targetkan kabel utilitas rampung Desember
Baca juga: Anies: Trotoar dan waduk prioritas


Kegiatan anggaran 2020, lanjut Yuke, banyak yang mengalami efisiensi lantaran adanya defisit anggaran.

Namun penataan trotoar yang jumlahnya sekitar Rp1,2 triliun minim kordinasi dipertahankan. Sementara kegiatan-kegiatan penataan banjir khususnya penurapan beberapa kali di Jakarta dan penataan kampung kumuh bukan prioritas utama.

Politisi PDI Perjuangan itu pun akan terus menagih konsep penataan trotoar yang terintegrasi dengan penataan kota, transportasi dan utilitas tersebut.

"Kami akan terus menagih konsep penataan Trotoar yang terintegrasi. Baik dalam rapat Banggar ataupun rapat kerja lainnya sampai pemprov bisa memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa memang konsep penataan trotoar yang diprioritaskan Pak Gubernur ini tepat sasaran," tuturnya.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019