Jayapura (ANTARA News) - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam kunjungannya ke tanah Papua, wilayah paling timur dari Kepulauan Nusantara ini menyempatkan diri bertandang ke Kantor Sinode Gereja Kristen Injili (GKI) di tanah Papua untuk berdialog dengan para pimpinan GKI dan pendeta di wilayah itu. Dari Jayapura, Jumat, ANTARA melaporkan, kedatangan Sri Sultan Hamengku Bowono X disambut hangat oleh Ketua Sinode GKI di tanah Papua, Pdt.Jemima Krey,STh dan sejumlah pimpinan gereja Kristen setempat. Setelah beristirahat sejenak di ruang khusus, Gubernur DIY didaulat untuk berdialog dengan para pimpinan Sinode GKI dan pendeta lainnya di ruang pertemuan Sinode GKI. Pertemuan yang berlangsung dalam suasana penuh keakraban itu dibuka oleh Pdt Jemima Krey dengan menyampaikan ucapan selamat datang bagi Sri Sultan HB X di tanah Papua. "Pada saat ini banyak mahasiswa dan pelajar asal Papua belajar di Yogyakarta sehingga wajarlah kalau Sri Sultan kita menyapanya sebagai orangtua bagi anak-anak kita di Yogya," kata Krey. Lebih lanjut Pdt Krey menjelaskan keadaan GKI di tanah Papua antara lain terdapat 44 Klasis Gereja dengan jumlah pendeta sebanyak 690 orang yang melayani jemaat Kristen di seluruh tanah Papua. Gereja Kristen mulai melaksanakan karya misi pekabaran Injil di Papua tahun 1885 dan pada 1956 GKI di tanah Papua berdiri sendiri. "Kami mengalami sukacita yang luar biasa karena kedatangan Sri Sultan bertepatan dengan bulan suci Ramadhan. Selamat berpuasa bagi Sri Sultan HB X dan semua umat Muslim di DIY," kata Pdt Krey. Sementara itu Sri Sultan HB X di hadapan para pendeta dan pimpinan Sinode GKI menjelaskan tentang kehidupan masyarakat di DIY yang pluralis, baik dari segi etnis maupun agama. "Kiranya pengalaman pluralis itu dapat memberi warna dalam membangun dialog dan transformasi budaya untuk saling memberi dan menerima demi terwujudnya masyarakat multi kultur di tanah Papua," katanya. Di Yogya, lanjut Sultan telah dibentuk Christian Society dan belum lama ini digelar pertemuan yang menghasilkan saran antara lain kiranya Christian Society dibentuk juga di daerah-daerah lain di Indonesia. Sri Sultan juga mengatakan bahwa di Yogyakarta akan dibangun Multi Culture Center untuk dilangsungkan dialog multi culture. Banyak pendatang baru khususnya para mahasiswa yang belajar di DIY dan diharapkan agar mereka pun dapat belajar berdialog di kampus-kampus yang sudah dibangun Multi Culture Center seperti di Universitas Negeri Yogyakarta yang dulu adalah IKIP Negeri dan juga di kampus Universitas Sanata Dharma. Multi Culture Center di kampus Universitas Sanata Dharma itu mendapat dukungan dari Penerbit Kanisius. "Kiranya Multi Culture Center itu didirikan juga di daerah-daerah lain di Indonesia agar disana bertemulah anak-anak bangsa untuk berdialog dengan budaya lain. Dengan demikian, anak-anak kita dapat menjadi pemimpin masa depan yang di dalam dadanya terukir nilai-nilai luhur Pancasila dan di kakinya berpijak Bhineka Tunggal Ika. Inilah yang harus menjadi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia," kata Sri Sultan HB X. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak akan ada dominasi agama dan etnis, dominasi mayoritas atas minoritas. "Apabila kita bertekad untuk menjaga persatuan maka di dalamnya terkandung pemahaman tentang perbedaan. Kita semua dipanggil untuk berpikir pluralis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia," kata Sri Sultan.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008