Jakarta, (ANTARA News) - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, di Jakarta Selasa, menolak nota keberatan (eksepsi) mantan anggota DPR Antony Zeidra Abidin dalam perkara dugaan aliran dana Bank Indonesia (BI) kepada anggota DPR sebesar Rp31,5 miliar. Majelis hakim yang diketuai oleh Masrurdin Chaniago dalam putusan sela menyatakan sebagian materi keberatan yang disampaikan oleh Antony dan tim penasihat hukumnya telah memasuki pokok perkara, sehingga membutuhkan pembuktian lebih lanjut. Dalam keberatannya, Antony dan tim kuasa hukumnya antara lain menyatakan dakwaan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak lengkap karena tidak menguraikan perbuatan orang-orang yang diduga terlibat dalam perkara itu. Tim penasihat hukum menyebutkan, dakwaan JPU jelas-jelas menyebut nama Aulia Tantowi Pohan dan Burhanuddin Abdullah, namun tidak menguraikan perbuatan orang-orang itu. Majelis hakim tidak mempertimbangkan keberatan itu karena sudah memasuki pokok perkara. Antony dan tim penasihat hukum juga keberatan tentang penerapan pasal 12 a dan pasal 5 ayat (2) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Antony menilai pasal-pasal tentang penerimaan suap itu tidak bisa dijeratkan kepadanya. Majelis hakim juga menolak keberatan tersebut, karena memerlukan pembuktian dalam pokok perkara. "Menyatakan keberatan terdakwa dua dan penasihat hukum terdakwa dua tidak dapat diterima," kata ketua majelis hakim Masrurdin Chaniago. Perkara aliran dana BI menjerat anggota DPR Hamka Yandu sebagai terdakwa I dan Antony Zeidra Abidin sebagai terdakwa II yang disidang dalam satu berkas perkara. Dalam perkara itu, hanyaB Antony yang mengajukan keberatan atas dakwaan JPU. Dalam dakwaannya, JPU menyatakan Antony dan Hamka menerima uang sedikitnya Rp31,5 miliar dari pejabat BI untuk keperluan pembahasan masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan revisi UU BI.(*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008